Bisnis.com, JAKARTA - Rencana tarif cukai atas kantong plastik dinilai terlalu rendah dan tidak akan mampu menekan penggunaan kantong plastik.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memastikan besaran tarif cukai yang dikenakan atas kantong plastik tidak jauh berbeda dibandingkan tarif pungutan yang selama ini dikenakan.
"Tarif kalau diterapkan juga sama dengan yang sudah berjalan selama ini, sebesar Rp200 itu kita tidak jauh dari situ," ujar Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto, Rabu (12/2/2020).
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan tarif yang disebut tidak terlalu jauh dengan tarif yang saat ini diberlakukan sehingga tidak akan efektif menekan penggunaannya.
Menurut Prastowo, pemerintah perlu membuat skema tarif bertingkat tergantung pada ketebalan kantong plastik yang digunakan.
"Cukai kantong plastik mestinya didesain untuk mendorong perilaku dan memberi insentif bagi yang sustain," ujar Prastowo kepada Bisnis, Rabu (12/2/2020).
Prastowo mengatakan sudah terdapat beberapa negara yang mempertimbangkan ketebalan kantong plastik dalam pengenaan cukai. Langkah ini juga dibarengi dengan kebijakan penekanan konsumsi kantong plastik tebal.
Berdasarkan catatan Bisnis, Kementerian Keuangan sebelumnya telah memerinci tarif dan jenis plastik yang menjadi BKC baru.
Semakin tebal, maka semakin rendah cukai yang dikenakan. "Kantong plastik yang lebih tebal dikenai cukai lebih rendah karena bisa dipakai berulang," ujar Prastowo, Rabu (12/2/2020).
Pertama, tarif 100% akan diberikan kepada kantong plastik dengan jebis bijih plastik virgin atau polyethylene dan polypropline yang memiliki waktu penguraian lebih dari 100 tahun. Kedua, tarif lebih rendah akan dikenakan kepada jenis plastik yang berasal dari bijih plastik oxodegredable dengan waktu urai antara 2-3 tahun.