Bisnis.com, JAKARTA – Pengembang menilai tren penurunan kinerja pasar properti pada tahun lalu bukan hanya disebabkan karena tahun politik, tetapi juga karena daya beli masyarakat yang melemah.
Sekretaris Jenderal DPP Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Amran Nukman mengatakan bahwa pasar properti sepanjang 2019 hanya bertumbuh di bawah 5 persen atau di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.
Adapun, pada 2020 diperkirakan pertumbuhannya bisa naik meskipun tidak akan menyentuh dua digit. Sentimen positifnya adalah karena sudah tidak ada penghalang yang berarti sehingga pasar properti diharapkan bisa tumbuh 7 persen hingga 8 persen di tahun ini.
Amran menyebut salah satu yang menjadi hambatan terhadap pertumbuhan properti adalah daya beli masyarakat. Menurutnya, turunnya transaksi pembelian rumah bukan karena masyarakat tidak mau membeli, tetapi karena tidak mampu sehingga tidak menjadikannya prioritas.
“Penghasilan masyarakat ini meskipun naik tetapi tidak besar, sedangkan harga-harga kebutuhan sehari-hari naiknya melejit. Sehingga uang bulanan itu habis untuk biaya-biaya dan menyebabkan kesulitan untuk disisakan demi menyicil rumah,” kata Amran, ditemui di Jakarta, Kamis (6/2/2020).
Lebih lanjut, Amran menyatakan pada era baby boomer, penghasilan yang didapat sesuai upah minimum sepertiganya masih bisa disisakan untuk untuk menyicil rumah, tetapi sekarang biaya sehari-hari menjadi mahal. Hal itulah yang menyebabkan daya beli properti menurun.
Baca Juga
“Kalau tidak ada hambatan yang berarti harapannya tahun ini bisa tumbuh signifikan, walaupun kami tidak ambisius bisa setinggi tahun 2013-2014,” ucapnya.
Dia memprediksi daya beli yang cukup baik kemungkinan akan terjadi di daerah-daerah tertentu yang kenaikan upahnya lebih dari 8 persen seperti di Bekasi dan Karawang.
Lebih lanjut, Amran menyatakan apabila dengan kondisi daya beli yang lesu seperti tahun lalu saja pengembang masih bisa bertahan, maka tahun ini seharusnya juga bisa. Salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan penyesuaian harga.
“Karena menyasar daya beli, harganya harus disesuaikan. Memang kami pengembang tidak ada yang mau turun, jadi caranya banyakin promo dan diskonnya. Harganya sama tetapi diskonnya naik dari 5 persen jadi 7 persen atau sampai 12 persen. Sehingga harga yang dibayarkan dan terjangkau bagi pembeli,” ungkapnya.
Untuk mendukung peningkatan daya beli, imbuhnya, asosiasi pengembang juga mengharapkan tambahan dukungan dari berbagai pihak lainnya seperti pemerintah yang menyiapkan fasilitasnya, perbankan dengan program kredit yang menarik, serta dari calon konsumen sendiri yang harus diedukasi.