Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penggunaan Plastik Berlebihan, Pacu Risiko Perubahan Iklim

Plastik yang mencemari lingkungan, lautan, dan masuk ke dalam rantai makanan bakal menimbulkan kekhawatiran yang sama besarnya dengan perubahan iklim. Meningkatnya polusi dari limbah plastik dengan cepat menjadi krisis lingkungan yang mendesak.
Sampah plastik yang menutupi Sungai Citepus, Bandung, Jabar.  ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Sampah plastik yang menutupi Sungai Citepus, Bandung, Jabar. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA -- Sebuah laporan yang dirilis oleh Jefferies Financial Group Plc mengatakan bahwa bahkan jika negara-negara di dunia menerapkan regulasi yang lebih ketat, maka akan ada kesulitan untuk mendaur ulang 50% dari sampah plastik dalam 10 tahun ke depan.

Kekhawatiran yang tumbuh seiring dengan sampah plastik yang semakin menggunung akan memaksa pemerintah untuk menegakkan aturan yang lebih ketat terkait pengelolaan limbah.

Analis Jefferies, termasuk Simon Powell, berpendapat, dampaknya akan menghantam perusahaan-perusahaan dengan nilai pasar gabungan sebesar US$3,5 triliun dari penerapan berbagai larangan hingga pajak untuk mengurangi polusi plastik.

"Namun, mengingat tingkat daur ulang yang sangat rendah saat ini, kami percaya bahwa bahkan dengan peraturan yang jauh lebih ketat, tidak mungkin tingkat daur ulang global dapat mencapai 50% pada tahun 2030," menurut laporan itu, sepeti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (4/2).

Dampak plastik yang mencemari lingkungan, lautan, dan masuk ke dalam rantai makanan berpotensi menjadi kekhawatiran yang hampir sama besarnya dengan perubahan iklim. Meningkatnya polusi dari limbah plastik dengan cepat menjadi krisis lingkungan yang mendesak.

Hampir semua dari 8 miliar ton plastik yang pernah diproduksi tidak terurai, baik di tempat pembuangan akhir atau di lingkungan sekitar kita, menurut Jefferies.

Daya tahan dan ketahanan material terhadap degradasi membuatnya hampir tidak mungkin terurai sepenuhnya, menyebabkannya bertahan selama berabad-abad. Menurut laporan BloombergNEF, beberapa negara telah memberlakukan regulasi terkait plastik sekali pakai (single-use plastic).

China, salah satu pengguna plastik terbanyak dunia, baru-baru ini mengumumkan rencana larangan penggunaan plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan dan pada layanan pengantar makanan.

Thailand dan Selandia Baru telah menetapkan batasan atau melarang kantong plastik sekali pakai, sementara larangan di Indonesia mulai berlaku Juni ini.

"Saat ini, lebih banyak plastik dibakar daripada didaur ulang, dan pemerintah mungkin perlu meningkatkan larangan mereka terhadap kemasan plastik serta memberlakukan pajak untuk mengekang permintaan dan menyediakan dana untuk menutupi biaya pembersihan," tulis Jefferies.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper