Bisnis.com, JAKARTA - Sektor perikanan saat ini masih rentan terhadap praktik kerja paksa dan perdagangan orang. Praktik tersebut terjadi pada sub sektor budidaya, penangkapan, dan pengolahan ikan.
Program Coordinator SAFE Seas Project Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Muh. Arifuddin mengingatkan bahwa saat ini di pasar global, banyak ikan yang ditangkap oleh orang-orang yang bekerja lebih dari 18 jam sehari, bergaji US$200-US$300 per bulan, dan bekerja dalam jeratan hutang juga pemerasan.
"Bulan lalu, kami menemukan tiga orang awak kapal perikanan asal Bitung yang bekerja di kapal Tiongkok selama tujuh bulan tanpa digaji dan pemerintah tidak hadir membantu mereka mendapatkan hak-hak yang mestinya mereka dapatkan," ujar Arif dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Senin (27/1/2020).
Oleh karena itu, dia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk lebih mengefektifkan pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 35/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan.
"Sejauh ini beleid tersebut merupakan satu-satunya produk hukum pemerintah yang secara langsung mencegah praktik kerja paksa, pelanggaran HAM, dan perdagangan orang di sektor perikanan," kata Arif.
Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh. Abdi Suhufan menambahkan rencana deregulasi sejumlah kebijakan sektor kelautan dan perikanan melalui review 29 peraturan dikhawatirkan akan membuat sektor perikanan menjadi ajang eksploitasi sumber daya ikan tanpa memikirkan keberlanjutan.
"Dikhawatirkan pertimbangan ekonomi akan mendominasi kebijakan perikanan ke depan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial," tuturnya.
Walaupun stok ikan di perairan Indonesia terindikasi naik, namun pemerintah katanya harus menyadari bahwa saat ini stok ikan global semakin menipis.
Kegiatan penangkapan ikan saat ini ditandai dengan ongkos produksi yang makin meningkat, apalagi dengan rencana pemerintah mendorong armada kapal ikan Indonesia menangkap di ZEEI. Penangkapan ikan pada lokasi yang lebih jauh akan meningkatkan biaya BBM dan biaya tenaga kerja, pelaku usaha akan menekan dua hal tersebut agar tetap kompetitif.
"Tanpa instrumen dan pengawasan yang kuat, pengusaha akan memotong biaya tenaga kerja dan hal itu akan menjadi insentif terjadinya perbudakan modern di sektor perikanan tangkap," kata Abdi.
Sejauh ini, instrumen untuk melakukan pengawasan ketenagakerjaan di sektor perikanan dinilai masih parsial dilakukan oleh KKP dan Kementerian Tenaga Kerja.