Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Gabah Tunjukkan Kondisi Anomali di Sentra Produksi

Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) memperlihatkan fenomena anomali harga gabah di daerah sentra produksi.
Petani menjemur gabah di tempat pengeringan gabah, di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2018)./ANTARA-Mohammad Ayudha
Petani menjemur gabah di tempat pengeringan gabah, di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2018)./ANTARA-Mohammad Ayudha

Bisnis.com, JAKARTA — Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) memperlihatkan fenomena anomali harga gabah di daerah sentra produksi. Jika laporan Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren kenaikan, usai panen raya berlalu, hal sebaliknya justru ditunjukkan oleh survei AB2TI.

"Saya masih bertanya-tanya apakah ini efek cadangan beras pemerintah yang tinggi sehingga mempengaruhi psikologi pasar dan pedagang sehingga tidak memborong gabah, atau ada pemacu lain," kata Ketua Umum AB2TI Dwi Andreas Santosa kepada Bisnis, Senin (6/1/2020).

Dia menjelaskan kenaikan harga gabah mencapai level tertingginya pada Agustus 2019 di kisaran Rp5.100 per kilogram. Angka tersebut perlahan turun dan relatif stabil sepanjang Oktober sampai Desember di kisaran Rp4.900 per kilogram.

Di sisi lain, Dwi menyebutkan pemerintah justru perlu mengantisipasi lonjakan harga beras di tingkat konsumen. Dia mengungkapkan terdapat lonjakan yang cukup signifikan pada harga beras di level usaha tani sepanjang akhir tahun lalu dari Rp9.300 per kilogram pada November menjadi Rp9.600 per kilogram.

"Harga riil beras memang ada tren kenaikan dan itu mengerek harga di tingkat usaha tani juga. Peningkatannya relatif tinggi jika dibandingkan tahun lalu. Saya khawatir lonjakan harga beras Januari sampai Februari akan tinggi," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Agung Hendriadi memastikan bahwa pasokan beras bakal aman selama masa tanam sampai puncak panen yang diperkirakan datang pada Maret sampai April.

Berdasarkan data yang dihimpun BKP, total stok keseluruhan beras sampai akhir November lalu berada di angka 4,72 juta ton. Stok tersebut terdiri atas 2,18 juta ton di Perum Bulog, 1,35 juta ton di penggilingan, 1,12 juta ton di pedagang, 50.282 ton di Pasar Induk Beras Cipinang, dan 5.159 ton di LPM.

Dari segi produksi, selama periode Desember 2019 sampai Maret 2020 pasokan diperkirakan bakal mencapai 13,36 juta ton dengan kebutuhan sebanyak 10,08 juta ton. Jika diakumulasi dengan stok total beras sampai akhir November, neraca selama Desember 2019 sampai Maret 2020 diproyeksi surplus 8 juta ton.

Mengenai proyeksi ini, Dwi menyatakan enggan berkomentar banyak. Dia justru mengatakan harga beras berpotensi anjlok jika produksi sampai akhir Maret benar-benar mencapai angka tersebut.

"Jika benar produksi beras di angka tersebut, berarti setiap bulan ada sekitar 3 juta ton beras. Jika ditambah dengan stok di Bulog sekarang, harga beras terancam jatuh," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper