Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Isu Radikalisme dan Terorisme Ganggu Masuknya Investasi Asing

Isu radikalisme dan terorisme merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan calon investor asing untuk masuk ke Indonesia. Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini juga tidak memungkiri, sejumlah peristiwa radikalisme dan terorisme menurunkan tingkat kepastian investasi di Indonesia.
Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror./Antara
Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Isu radikalisme dan terorisme dinilai dapat mempengaruhi aliran investasi langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment/FDI) masuk ke Indonesia.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko saat ditemui pada sebuah acara di Jakarta pada Selasa (26/11/2019).

Menurutnya, isu radikalisme dan terorisme merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan calon investor asing untuk masuk ke Indonesia. Mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) ini juga tidak memungkiri, sejumlah peristiwa radikalisme dan terorisme menurunkan tingkat kepastian investasi di Indonesia.

"Tentunya mereka [investor] akan takut menanamkan modalnya di Indonesia kalau negara kita kurang aman," katanya.

Meski demikian, pemerintah terus berupaya untuk menumpas gerakan-gerakan yang mengganggu masuknya aliran modal ke Indonesia. Upaya-upaya tersebut, lanjutnya, tidak hanya dilakukan dari sisi keamanan saja.

Ia melanjutkan, upaya deradikalisme saat ini dilakukan dengan lebih holistik. Pendekatan dari sisi kesejahteraan, kesehatan, sosial, hingga pendidikan dilakukan sejalan agar mendapat hasil yang optimal.

Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi langsung pada kuartal III/2019 mencapai Rp205,7 triliun. Perolehan ini mengalami kenaikan 18,4%  dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp173,8 triliun. 

Sementara itu, realisasi Penanaman modal dalam negeri (PMDN) naik 18,9% menjadi Rp100,7 triliun. Adapun penanaman modal asing (PMA) naik 17,8% menjadi Rp105 triliun.

Ditemui pada saat yang sama, Kepala Ekonom DBS Indonesia Masyita Crystalin mengatakan, isu radikalisme dan terorisme sudah pasti menjadi pertimbangan investor. Meski begitu, kedua hal tersebut juga ditambah dengan beragam pertimbangan lain dari berbagai sektor. 

Ia juga mengatakan, semua negara berkembang pasti memiliki country risk terkait investasi, termasuk Indonesia. Meski demikian, ia menilai prospek berinvestasi di Indonesia masih jauh lebih atraktif dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. 

"Dari sisi imbal hasil, kita masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang hampir tidak ada. Selain itu, populasi Indonesia juga tengah bertumbuh dan menikmati bonus demografi yang akan menaikkan kegiatan ekonomi secara signifikan," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper