Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Negara Berkembang Punya Modal 'Selamatkan' Ekonomi Dunia

Pada saat para pembuat kebijakan di Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa tampaknya akan mempertahankan suku bunga, negara berkembang memiliki ruang untuk melakukan pelonggaran lebih lanjut.

Bisnis.com, JAKARTA - Bank-bank sentral di pasar ekonomi berkembang, mulai dari India hingga Brasil, memiliki cukup ruang dan amunisi untuk menopang ekonomi global ketika rekan-rekan mereka dari pasar ekonomi maju justru dihadapi kesulitan.

Pada saat para pembuat kebijakan di Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa tampaknya akan mempertahankan suku bunga, negara berkembang memiliki ruang untuk melakukan pelonggaran lebih lanjut.

"Dalam kebanyakan kasus, pasar negara berkembang sekarang dalam posisi yang nyaman untuk meredam penurunan ekonomi dengan pelonggaran moneter," ujar Ulrich Leuchtmann, Kepala Strategi Mata Uang di Commerzbank AG, Frankfurt, dikutip melalui Bloomberg, Rabu (20/11/2019).

Dia menambahkan bahwa pelonggaran kebijakan moneter kemungkinan akan memberikan dorongan bagi ekonomi berkembang, dan ini juga akan berdampak positif bagi negara-negara maju.

Langkah itu akan membantu mendukung ekonomi dunia di tengah ekspansi terlemahnya dalam 1 dekade terakhir.

Prospek cerah pada ekonomi berkembang disampaikan oleh ekonom Morgan Stanley, yang memperkirakan pasar emerging market (EM) akan tumbuh 4,4% tahun depan, tiga kali lebih tinggi dari prospek 1,3% untuk ekonomi G 10.

Dengan beberapa sinyal stabilisasi pertumbuhan melihat kemajuan pada perundingan dagang AS-China, sejumlah manajer keuangan memandang lebih banyak alasan untuk memarkirkan uang mereka kembali di pasar negara berkembang.

Dana Moneter Internasional (IMF) juga memandang EM sebagai pendorong utama ekonomi global ketika ekonomi maju bertahan pada kisaran sub-3%.

Korea Selatan dan Brasil termasuk di antara mereka yang kemungkinan akan melakukan pemotongan lebih lanjut, sedangkan yang lain seperti China dan Thailand melanjutkan pelonggaran dengan kehati-hatian.

"Kondisi ekonomi di India kemungkinan akan mendorong pembuat kebijakan untuk menggunakan ruang yang mereka miliki untuk penurunan suku bunga lebih lanjut," menurut analisis Bloomberg Economics oleh ekonom India, Abhishek Gupta.

Yang pasti, China, dengan prospek makro ekonominya yang telah memainkan peran baik sebagai berkat maupun kutukan bagi seluruh ekonomi berkembang, menawarkan sinyal beragam untuk prospek tersebut.

Pertumbuhan ekonomi berada pada laju paling lambat dalam hampir 3 dekade, sedangkan indeks harga produsen telah merosot sejak 2016.

Meski demikian, investor dan ekonom kini sudah lebih nyaman dengan pasar yang sedang berkembang, mengingat amunisi moneter mereka yang relatif lebih kuat untuk mencegah penurunan, jika keadaan berubah menjadi lebih buruk.

Suku bunga riil, atau suku bunga acuan bank sentral dikurangi inflasi konsumen, juga relatif sehat di pasar negara berkembang, dibandingkan dengan hasil riil negatif di negara-negara maju.

"Suku bunga riil sangat positif dan masih memiliki ruang untuk turun di Asia dan pasar negara berkembang yang lebih luas," kata Teresa Kong, manajer portofolio Matthews Asia yang berbasis di San Francisco.

Ini berarti bahwa ada potensi capital gain yang lebih tinggi dari penurunan suku bunga dan pendapatan bunga yang lebih tinggi di Asia dan EM.

Inflasi tinggi telah lama menjadi kutukan bagi pasar negara berkembang, meskipun sekarang lajunya sudah cukup terkendali dan berhasil memberikan dukungan tambahan untuk pengeluaran konsumen.

Ambil contoh Filipina misalnya. Melonjaknya inflasi tahun lalu memicu sejumlah ketakutan, namun berhasil diredam tahun ini.

Hal itu menempatkan tingkat riil Filipina pada titik terbaik pada 3,2%, dengan ruang yang cukup untuk melakukan pelonggaran, bahkan setelah Gubernur Bank Sentral Filipina mengatakan mereka akan menunda pelonggaran lanjutan untuk sisa tahun 2019.

Menurut Kunal Ghosh, manajer portofolio Allianz Global Investors, meredanya ketegangan dalam perang dagang AS-China juga dapat memberikan dorongan besar terutama terhadap sentimen pasar berkembang.

"2020 mungkin akan menjadi tahun yang baik untuk pasar negara berkembang," kata Ghosh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper