Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan berupaya memperkuat peran dan tugas Atase Ketenagakerjaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia, agar mampu menekan sejumlah persoalan terkait pekerja migran.
Plt. Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker Aris Wahyudi mengatakan bahwa penguatan tugas dan peran Atase Ketenagakerjaan sejalan dengan penandatanganan deklarasi komitmen bersama 'Peningkatan PMI secara nonprosedural, tindak pidana perdagangan orang, penghapusan kekerasan terhadap perempuan pekerja migran, dan penguatan Atase Ketenagakerjaan' di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Aris menuturkan, perlindungan pekerja migran Indonesia selama bekerja menjadi tanggung jawab perwakilan Indonesia di negara penempatan melalui atase ketenagakerjaan.
Untuk itu, diperlukan peningkatan peran dan tugas atase ketenagakerjaan, agar dapat meningkatkan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia.
“Dengan disahkan UU 18/2017, peran atase ketenagakerjaan yang selama ini dianggap hanya mengurusi PMI dan kelembagaannya pun di bawah PPTKLN, maka ke depan atase ketenagakerjaan ini menjadi wakil Kemnaker atau pemerintah di negara-negara penempatan,” katanya.
Data survei World Bank pada 2016 juga menunjukkan, sebanyak 48% dari sekitar 9 juta pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri bekerja secara non-prosedural, dan mayoritas pekerja migran Indonesia adalah perempuan.
“Sangat penting bagi kami untuk memikirkan bersama, mencari solusi yang tepat terkait isu yang menimpa pekerja migran Indonesia perempuan, sebab tidak sedikit pekerja migran Indonesia perempuan yang bekerja pada sektor rentan atau sebagai domestic workers,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Kemnaker Eva Trisiana mengatakan bahwa Indonesia memiliki 13 Atase atau Kepala Bidang/Staf Teknis Ketenagakerjaan yang tersebar di 12 negara.
Dia menyebut, seharusnya ada empat peran utama yang dimiliki atase ketenagakerjaan, yakni melindungi pekerja migran Indonesia, memberi masukan dalam penyusunan kebijakan, membangun hubungan baik dengan stakeholders di negara penempatan, dan mempromosikan bidang ketenagakerjaan sekaligus mencari peluang pasar kerja di negara penempatan.
“Jadi semua peran itu harus bisa diemban seorang atase ketenagakerjaan. Dia harus bisa merepresentasikan Kemnaker, tidak hanya fokus dalam perlindungan pekerja migran,” katanya.
Meski begitu, Eva mengakui faktor kelembagaan dan anggaran menjadi ganjalan dalam mendorong keberadaan atase ketenagakerjaan di sejumlah kedutaan besar.
Padahal, keberadaan atase ketenagakerjaan yang menjalankan peran utamanya sesuai dengan yang diamanatkan ILO dapat menekan kasus yang selama ini menimpa pekerja migran Indonesia.