Impor TPT yang Berasal dari PLB Hanya 4,1 Persen?
Di lain pihak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memastikan bahwa argumentasi mengenai potensi kebocoran impor TPT yang dilakukan melalui PLB tidak bisa dibenarkan.
Selain kewenangan izin impor yang berada di kementerian lain, proses pengawasan barang yang masuk ke PLB juga dilakukan secara lebih ketat. Semua barang atau 100 persen barang yang masuk ke PLB sudah pasti akan diperiksa, apalagi masa penampungan barang ke PLB juga relatif lebih lama yakni 3 tahun.
“Ini berbeda dengan yang impor lewat pelabuhan. Karena barang ada di pelabuhan maksimal 30 hari, proses pemeriksaannya tidak sedetail di PLB yang bisa dilakukan berulang-ulang,” kata Kepala Seksi Tempat Penimbunan Berikat Ditjen Bea dan Cukai Irwan atas seizin Direktur Fasilitas Kepabeanan dan Cukai DJBC Oentarto Wibowo kepada Bisnis.com, Rabu (10/10/2019).
Irwan menjelaskan saat ini total impor TPT yang berasal dari PLB hanya 4,1 persen. Data Bea Cukai menunjukkan, bahwa total impor TPT yang berasal dari PLB hanya US$147 juta, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan impor yang secara umum sebesar US$617 juta atau 17,1 persen atau kawasan berikat (KB) yang mencapai US$2,8 miliar atau 78,9 persen.
Dengan jumlah tersebut, lanjut Irwan, sangat tidak mungkin jika—kalaupun ada—kebocoran di PLB memengaruhi produksi dalam negeri, apalagi jika dibandingkan dengan jumlah importasi secara umum atau yang dilakukan di kawasan berikat.
Irwan juga mengatakan bahwa rujukan masuknya barang ke PLB berasal dari kuota impor yang diberikan oleh Kementerian Perdagangan. Otoritas akan mengecek kebenaran kuota barang yang masuk ke PLB, beradasarkan kuota yang diberikan oleh Kemendag.
Ketika diminta konfirmasi terkait dengan problematika yang membelit industri TPT saat ini, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Wisnu Wardhana belum memberikan jawaban kepada Bisnis.com.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Bidang Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Johnny Darmawan mengamini industri TPT domestik sedang dalam kondisi yang kritis, lantaran digempur oeh produk impor. Hal itu menjadi salah satu alasan investasi di sektor TPT Indonesia menjadi kurang menarik di mata investor.
“Solusinya memang kita berlakukan kebijakan safeguard. Kasih kesempatan industri TPT memulihkan diri dan meningkatkan daya saingnya dulu. Sebab, kalau industri ini kolaps, lapangan kerja yang tersedia pun akan terus turun,” jelasnya.
Bagaimanapun, dia meminta ketika kebijakan safeguard diberlakukan oleh pemerintah, industri TPT harus segera memacu proses revitalisasi pabrik dan meningkatkan daya saingnya.
Sebab, jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin rantai industri TPT Indonesia akan hilang satu per satu. Tak menutup kemungkinan pula, riwayat TPT yang selama ini menjadi salah satu industri unggulan nasional pun berakhir.