Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspada Gejolak Harga Beras pada November 2019

Bencana puso yang meningkat tajam tahun ini, berpotensi membuat petani gabah menjadi konsumen murni mulai November 2019. Hal itu dikhawatirkan menimbulkan gejolak harga beras pada bulan depan.
Warga antre untuk membeli sembako saat operasi pasar murah di Pasar Citra Niaga, Jombang, Jawa Timur, Selasa (16/6). Operasi Pasar Murah Perum Bulog Sub Divre Surabaya Selatan itu kurang diminati masyarakat karena harga yang dipatok masih tergolong tinggi. Harga beras kualitas premium Rp. 8.500 per kilogram atau lebih mahal Rp. 1000 dibandingkan yang dijual di kios hanya Rp. 7.500 per kilogram. /ANTARA
Warga antre untuk membeli sembako saat operasi pasar murah di Pasar Citra Niaga, Jombang, Jawa Timur, Selasa (16/6). Operasi Pasar Murah Perum Bulog Sub Divre Surabaya Selatan itu kurang diminati masyarakat karena harga yang dipatok masih tergolong tinggi. Harga beras kualitas premium Rp. 8.500 per kilogram atau lebih mahal Rp. 1000 dibandingkan yang dijual di kios hanya Rp. 7.500 per kilogram. /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA — Bencana puso yang meningkat tajam tahun ini, berpotensi membuat petani gabah menjadi konsumen murni mulai November 2019. Hal itu dikhawatirkan menimbulkan gejolak harga beras pada bulan depan.

Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengatakan luasan lahan tanam pertanian yang terdampak kekeringan pada tahun ini meningkat lebih dari 2 kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu. 

Berdasarkan data yang diperolehnya lahan pertanian yang terpapar puso mencapai 70.000 hektare, meningkat dari tahun lalu yang mencapai 30.000 hektare. Hal itu berdampak pada turunnya produksi beras nasional hingga 2 juta ton pada tahun ini.

“Perhitungan kami, petani akan mulai menjadi konsumen murni pada November. Sebab, panen mereka pada musim gadu turun drastis karena puso. Sebagian petani pun menunda masa tanam mereka pada musim kemarau kali ini. Hal ini perlu diwaspadai karena harga beras pasti akan melesat naik,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (6/10/2019). 

Kejadian puso tersebut pada akhirnya juga meembuat petani memilih beralih menanam produk pertanian lain atau bahkan berhenti sementara untuk bercocok tanam. Akibatnya, petani tidak lagi memiliki stok beras di lumbung maupun gudangnya. 

Dia melanjutkan dengan masuknya petani sebagai konsumen murni, permintaan beras di pasar akan meningkat drastis. Untuk itu dia meminta agar pemerintah mulai memetakan daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekurangan pasokan beras.

“Namun, jangan semua daerah digelontor dengan operasi pasar. Biarkan beberapa daerah yang tidak terlalu parah terpapar puso dan kenaikan harganya tidak terlalu tinggi, petaninya menikmati kondisi tersebut,” jelasnya. 

Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan tren kenaikan harga beras telah berlangsung selama lima bulan terakhir. Menurutnya kondisi puso akan membuat tren kenaikan harga beras terus berlanjut dan melaju lebih cepat hingga akhir tahun. 

“Belum lagi nanti dengan adanya perayaan Natal dan Tahun Baru 2020 yang diprediksikan bahwa permintaan akan beras akan terus meningkat,” jelasnya. 

Adapun, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2019 harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani tercatat berada di level Rp4.905/ kilogram (kg), capaian ini meningkat sebesar 3,07% dari bulan sebelumnya sebesar Rp4.759/kg.

Kondisi serupa terjadi pada gabah kering giling (GKG) yang naik menjadi Rp5.392/kg dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp5.309/kg.

Dia mengatakan pemerintah harus terus memastikan operasi pasar efektif untuk meredam kenaikan harga beras. Terlebih, menurutnya, kendati pemerintah melalui Perusahaan Umum Badan Usaha dan Logistik (Persero) telah melakukan operasi pasar, kenaikan harga beras di tingkat konsumen masih terus terjadi.

Terpisah, Direktur Operasional Bulog Tri Wahyudi Saleh mengaku optimistis kenaikan harga  beras dapat dikendalikan. Pasalnya, perusahaan pelat merah tersebut masih memiliki stok beras yang besar untuk melakukan operasi pasar atau yang disebut dengan ketersediaan pasokan dan stabilitas harga (KSPH).

“Kita masih punya stok beras medium untuk KSPH hingga 600.000 ton sampai akhir tahun. Kami yakin jumlah tersebut bisa kami gunakan untuk menekan harga beras agar tidak terlalu melonjak,” ujarnya.

Dia mengklaim sepanjang tahun ini, Bulog baru menyalurkan beras untuk KSPH sebanyak 340.000 ton. Bulog menurutnya, telah mengalokasikan beras untuk program KSPH tahun ini dari cadangan beras pemerintah sebesar 1 juta ton.

“Kami sudah dapat laporan bahwa banyak daerah sentra pertanian mengalami puso. Dengan demikian banyak petani dalam waktu dekat menjadi konsumen murni beras. Namun kami sudah antisipasi itu, terlebih stok beras kami berada pada level yang tinggi,” ujarnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper