Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas pajak mempertegas mekanisme pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dengan menerbitkan edaran yang diterbitkan pekan lalu.
Dalam Surat Edaran Diirektur Jenderal Pajak No. SE-25/PJ/2019, Dirjen Pajak melihat penghitungan angsuran PPh Pasal 25 perlu memperhatikan sejumlah aspek. Salah satunya kondisi wajib pajak terkait penghasilan neto dan dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25.
Ditjen Pajak menganggap pembayaran angsuran PPh Pasal 25 tidak disamaratakan. Apalagi, setiap WP memiliki kondisi yang berbeda-beda misalnya mempunyai kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan, masuk bursa dan mendapatkan fasilitas pengurangan tarif, mendapatkan fasilitas pengurang penghasilan neto, serta mendapatkan fasilitas pengurangan tarif 50%.
"Masing-masing WP bisa berbeda-beda sesuai dengan kondisinya. Ada yang memiliki kompensasi kerugian fiskal ada yang tidak,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksana, Senin (30/9/2019).
SE Dirjen Pajak sendiri merupakan aturan turunan atau pelaksanaan dari PMK No.215/2018 tentang Penghitungan Angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan oleh WP baru, Bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa, WP lainnya, hingga WP orang pribadi pengusaha tertentu.
Seperti diketahui, beleid yang diterbitkan akhir tahun lalu dimaksudkan supaya pembayaran angsuran PPh Pasal 25 yang dilakukan WP sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Otoritas mencontohkan dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 WP bank misalnya, penentuan besaran angsuran PPh dihitung dari penghasilan neto komersial yang tercantum dalam laporan keuangan bulanan sesuai yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan atau yang dipublikasikan situs web bank.
Adapun penghasilan neto komersial yang digunakan untuk menghitung angsuran PPh Pasal 25 tidak termasuk penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP, penghasilan yang dikenai PPh final atau bukan objek PPh dan biaya terkait penghasilan yang bersifat final atau bukan objek PPh yang dilakukan secara proporsional atau berdasarkan pembukuan yang terpisah.
Sementara itu kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan dalam menghitung angsuran PPh Pasal 25 didasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Namun demikian, jika terbit surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan, sesuai dengan surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding tersebut dengan mengacu ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 31A ayat (1) huruf c UU PPh.
"Ada WP yang tahun lalu rugi sehinga punya kompensasi fiskal ke tahun ini, ada WP yang tidak, jadi hitungan angsuran PPh pasal 25 nya berbeda," jelasnya.