Bisnis.com, JAKARTA — Melemahnya permintaan kayu olahan dari pasar ekspor turut menggerus kinerja produksi log atau kayu bulat sebagai bahan baku.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan, produksi kayu bulat selama periode Januari—Juli 2019 tercatat 25,20 juta meter kubik (m3 ), sedangkan produksi kayu bulat periode yang sama pada 2018 sebesar 26,1 juta m3 .
“Dari Juli tahun ini dengan Juli tahun lalu turunnya 3,6 persen,” ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Penurunan produksi ini, kata Purwadi, disebabkan oleh permintaan industri kayu olahan yang lesu akibat naiknya eskalasi perang dagang Amerika Serikat dengan China. “Terutama kayu alam karena permintaan dunia untuk plywood yang sebagian besar gunakan kayu alam sedang turun terus,” tuturnya.
Sayangnya, harga kayu lapis [plywood] tengah jatuh dengan kisaran US$400 per meter kubik. Harga yang jatuh ini pun mengakibatkan serapan kayu log yang rendah.
Purwadi menyebut, ada sekitar 14 juta m3 tegakan pohon yang harusnya bisa diproduksi, tetapi karena harga yang rendah, pengusaha memilih untuk tidak melakukan panen. “Jadi, seperti masalah yang berputar.”
Dari data yang dimiliki APHI, pada semester I/2019 ditemukan tren penurunan nilai ekspor untuk sejumlah produk kayu seperti kayu lapis. Nilai ekspor kayu lapis pada semester I/2019 sebesar US$2,05 miliar atau turun 16 persen dari periode yang sama pada 2018 sebesar US$2,25 miliar.