Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pelaku usaha pengolahan kakao mengusulkan adanya penurunan bea masuk bahan baku berupa biji kakao guna meningkatkan daya saing industri dalam menghadapi usaha serupa dari negara-negara lain.
Usulan untuk menurunkan bea masuk atas biji kakao impor mengemuka dalam diskusi yang digelar Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bersama dengan pelaku usaha dan sejumlah pemangku kebijakan. Pasalnya, terjadi penurunan produksi sehingga kebutuhan industri pengolahan belum tercukupi.
Kementerian Perindustrian mencatat dari total 747.000 ton kapasitas dalam setahun milik 11 pabrik yang beroperasi, utilitasnya baru mencapai 59 persen pada 2018. Hal ini ditambah diperparah dengan tak beroperasinya sembilan pabrik lantaran tak memperoleh bahan baku.
Forum tersebut akhirnya sepakat untuk mengusulkan penurunan bea masuk dari 5 persen menjadi 1 persen dengan catatan tetap mempertimbangkan kondisi petani dalam negeri.
Adapun bea masuk atas impor biji kakao di Indonesia sebesar 5 persen tersebut lebih tinggi dibanding nilai yang ditetapkan negara importir lain di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura. Padahal, dua negara tersebut mengekspor produk olahan kakao tanpa dikenai tarif masuk sebagai bagian dari kesepakatan area perdagangan bebas (FTA) dengan Indonesia.
"Ada empat usulan yang akan disampaikan melalui surat kepada presiden yang merupakan hasil diskusi hari ini, salah satunya mengajukan penurunan bea masuk impor atas biji kakao dari 5 persen menjadi 1 persen dengan tetap memperhatikan petani dalam negeri," kata Komite Tetap Agribisnis Kadin Suharyo Husen di Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Usulan ini pun disepakati Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) Dwi Atmoko Setiono. Ia menyebutkan kebutuhan impor biji kakao yang dilakukan industri pengolahan merupakan hal yang tak bisa dihindari untuk saat ini mengingat pasokan dari dalam negeri yang cenderung menurun.
Ia pun mengharapkan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk komoditas perkebunan sebesar 10 persen bisa dihapus karena berdampak pada penerimaan petani.
"Produksi yang menurun berakibat pada peningkatan impor biji kakao oleh industri pengolahan. Tarif bea masuk biji impor berada di angka 5 persen, sedangkan olahannya 0 persen akibat kesepakatan perdagangan. Penurunan paling tidak di bawah 5 persen untuk sementara guna memenuhi kapasitas terpasang industri. Selain itu pengenaan PPN 10 persen sudah sejak lama diharapkan dihapus karena dampaknya pada 10 persen penghasilan petani," ujar Dwi.