Bisnis.com, JAKARTA - PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) menegaskan pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru tidak merusak ekosistem hutan.
Senior Advisor dan Juru Bicara NSHE Agus Djoko Ismanto menyatakan dari 132.000 hektare (ha) ekosistem di Batang Toru, proyek PLTA ini hanya memakai 122 ha. Dia mengklaim wilayah tersebut dulunya bukan hutan, melainkan lereng perkebunan yang dibeli dari masyarakat.
"Pohon-pohon ini kelihatannya seperti hutan kalau dilihat dari satelit, tapi kalau kita masuk ke dalam, tidak," ujarnya kepada Bisnis usai menjadi pembicara pada The 5th International Conference of Indonesia Forestry Researchers di IPB International Convention Center, Bogor, Rabu (28/8/2019).
Dia mengakui ekosistem hutan Batang Toru menjadi habitat berbagai macam satwa langka, termasuk harimau sumatra dan orang utan. Khusus orang utan, hewan tersebut tengah menjadi perhatian karena baru-baru ini dinyatakan sebagai spesies baru, yakni orangutan Tapanuli.
Orang utan tapanuli atau pongo tapanuliensis dianggap sebagai salah satu hewan endemik paling langka di dunia dengan populasi sekitar 800 ekor. Satwa ini baru dikenali para peneliti sebagai spesies terpisah dari saudaranya di Sumatra dan Kalimantan.
PLTA Batang Toru terletak di Desa Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dengan kapasitas 510 megawatt (MW). PLTA ini memiliki empat turbin, masing-masing dengan kapasitas 127,5 MW.
Adapun proyek ini diprakarsai sejak 2008 dan diperkirakan akan selesai pada 2022.