Bisnis.com, JAKARTA -- Sebuah analisis global baru oleh Bank Dunia menggarisbawahi betapa pentingnya air bersih terhadap produktivitas, di mana kualitas air yang buruk menyerap sepertiga dari potensi pertumbuhan ekonomi di kawasan yang paling tercemar.
“Memburuknya kualitas air menghambat pertumbuhan ekonomi, menurunkan kondisi kesehatan, mengurangi produksi pangan, dan memperburuk kemiskinan di banyak negara,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass melalui sebuah pernyataan seperti dikutip Bisnis.com, Rabu (21/8/2019)
Laporan yang membahas tentang krisis air bersih berjudul "Water Unknown: The Invisible Water Crisis" tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan produk domestik bruto turun 0,82 basis poin di wilayah hilir sungai yang sangat tercemar, dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 2,33%.
Di negara-negara berpenghasilan menengah, dampaknya bahkan terlihat lebih besar dengan hampir setengah dari pertumbuhan terancam hilang. Sementara itu, di negara-negara berpenghasilan tinggi PDB, berpotensi menurun 0,34 basis poin.
Peneliti Bank Dunia mendasarkan kesimpulan mereka pada tiga jenis utama kualitas air melalui stasiun pemantauan atau sampel yang dikumpulkan, data satelit, dan data yang dihasilkan komputer.
Mereka juga menekankan bahwa proses penggarapan laporan ini terkendala kualitas data yang tidak mencukupi untuk membahas isu ini lebih dalam.
“Pemantauan kualitas air global sangat kurang,” ujar para peneliti, seperti dikutip melalui Bloomberg.
Dengan adanya ancaman nyata dari kualitas air bersih global saat ini, laporan tersebut menyerukan urgensi perhatian tingkat global, nasional, dan lokal terhadap bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan dan akan dihadapi oleh negara maju maupun berkembang.
SOLUSI KEBIJAKAN
Laporan ini merekomendasikan solusi kebijakan seperti pengumpulan informasi yang lebih baik termasuk dengan teknologi blockchain, upaya pencegahan yang lebih besar, dan lebih banyak investasi dalam melindungi sumber daya air.
Para peneliti tersebut mengatakan bakteri, kotoran, bahan kimia dan plastik dapat mengurangi oksigen dalam air dan meningkatkan toksisitas.
Secara khusus, peningkatan kadar nitrogen dalam air dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan mental anak-anak dan mengurangi pendapatan orang dewasa pada masa depan sebanyak 2% dibandingkan dengan mereka yang tidak terpapar.
Nitrogen biasanya terpapar ke persediaan air ketika diterapkan sebagai pupuk dalam pertanian.
Kadar nitrogen pada air dapat meningkatkan produktivitas pertanian, tetapi nitrat dapat merusak lingkungan ketika mereka menumpuk di air tanah yang pada akhirnya mengalir ke sungai, danau, dan lautan.
Salinitas yang tinggi juga berkontribusi terhadap kualitas air yang buruk, didorong oleh kekeringan hebat, gelombang badai dan meningkatnya ekstraksi air.
"Dampak dari tingkat salinitas tinggi akan menekan hasil pertanian dengan jumlah yang cukup untuk memberi makan 170 juta orang, atau tentang populasi Bangladesh," menurut laporan itu.
Para peneliti, yang dipimpin oleh Richard Damania dan Aude-Sophie Rodella, juga mencatat meningkatnya kekhawatiran tentang pencemaran dalam bentuk plastik mikro dan substansi obat-obatan.
Lebih dari 90% dari sekitar 8,3 miliar ton plastik yang dibuat sejak 1950-an belum terdaur ulang, sedangkan informasi tentang ambang batas keselamatan untuk menetukan keamanan air untuk dikonsumsi sangat terbatas.
Beberapa penelitian telah mendeteksi kandungan mikroplastik di lebih dari 80% sumber air tawar global, air leding di perkotaan, dan air kemasan.
Tak hanya itu, laporan ini juga menemukan bahwa substansi obat-obatan dengan tingkat yang mengkhawatirkan memasuki pasokan air bersih.
Menurut laporan itu, satu pabrik pengolahan air limbah India yang melayani pabrik besar pembuatan obat-obatan ditemukan memiliki konsentrasi antibiotik 1.000 kali lipat dari tingkat racun bagi beberapa bakteri.
Obat-obatan biasanya masuk ke persediaan air melalui urin dan tinja manusia maupun hewan, karena 30% hingga 90% dari sebagian besar antibiotik dapat diekskresikan sebagai zat aktif.
Pemantauan kualitas air sangat penting untuk dapat mengendalikannya. Oleh karena itu, membangun jaringan atau sistem pemantauan kualitas air adalah prioritas pertama bagi negara mana pun yang ingin serius menangani masalah kualitas air.
Selain memanfaatkan teknologi, negara-negara dengan kekhawatiran yang tinggi pada kualitas pasokan air mereka dapat memberlakukan aturan ketat terhadap pencemar melalui pajak, denda, atau cara lain untuk keberlanjutan sistem pengaturan dan keadilan bagi warga negara.
Di sisi lain, inovasi di sektor pengolahan air lebih terbatas dibandingkan dengan sektor lainnya. Ini sebagian besar disebabkan oleh sebagian besar pabrik pengolahan air dibiayai dengan dana publik.
Pemerintah juga dapat mencapai hasil win-win dengan menempatkan insentif yang menarik investor sektor swasta, memberikan insentif inovasi, dan menghasilkan pembiayaan tambahan untuk sektor air bersih sehingga uang publik dapat digunakan untuk prioritas yang berbeda.
Perawatan air yang tercemar bukanlah panacea bagi masalah kualitas air, tetapi ini merupakan komponen yang sangat diperlukan. Mengolah air minum dan air limbah sangat penting untuk kesehatan, ekonomi, dan lingkungan suatu negara.
Meskipun kualitas air adalah masalah yang rumit, semakin kompleks dan dengan ketidakpastian seputar dampaknya, ada instrumen yang dapat digunakan untuk mengatasinya.
Mereka membutuhkan komitmen politik pada tingkat tertinggi, yang mencerminkan ukuran tantangan dampak pencemaran air bersih terhadap kelangsungan hidup di bumi.
"Berita baiknya, teknologi modern dapat melakukan banyak hal untuk menyelesaikan masalah yang menghambat kemajuan di masa lalu dan menjadikan pencegahan polusi sebagai hasil yang lebih efektif, hemat biaya, dan realistis," tulis laporan tersebut.