Bisnis.com, JAKARTA — Kerja sama riset berbasis inovasi antara perguruan tinggi dan dunia industri perlu dilakukan.
Dalam Global Innovation Index 2019, posisi Indonesia dalam hal inovasi dikancah dunia berada di urutan 85, jauh dibawah negara Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Dewan Kehormatan Forum Rektor Indonesia (FRI) Asep Saefuddin mengatakan posisi Indonesia dalam Global Innovation Index menunjukkan kualitas SDM terutama di bidang kesehatan, pendidikan, riset, dan birokrasi pemerintahan.
"Bila kita masih rendah berarti komponen itu masih jauh dari memadai. Itu yang jadi kendala indeks inovasi Indonesia masih di bawah," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (25/7/2019).
Untuk meningkatkan inovasi Indonesia, yang perlu dilakukan dengan memperbaiki sistem pendidikan dan birokrasi yang berkaitan dengan riset serta pendidikan tinggi.
"Saya merasa kehadiran SMK itu mubazir, tidak diperlukan. Bisa diganti dengan lembaga talenta. Di pendidikan menengah cukup SMA 2 tahun, terus program talenta 1 tahun. Program talenta ini berisi pendidikan IT dan talenta kreativitas," katanya.
Peningkatan riset di perguruan tinggi harus dilakukan dengan basis outcome yang dapat menyumbang inovasi dan kebaharuan baru.
Selama ini, riset diperguruan tinggi terlalu berbasis administrasi sehingga cenderung menghambat inovasi dan tidak menyumbang indeks inovasi.
Selain itu yang perlu dilakukan yakni insentif pajak harus berkaitan dengan outcome based research. Namun, pemberian insentif ini harus dibarengi dengan perubahan birokrasi pada riset sehingga akan berdampak pada indeks inovasi Indonesia.
"Perlu ada mandat riset bagi kampus besar yang sudah mapan. Riset tanpa mandat, negara tidak dapat apa-apa dan indeks inovasi Indonesia juga tidak akan berubah. Mandatkan kepada perguruan tinggi seperti IPB untuk riset pangan, ITB untuk teknologi informasi, kesehatan ke UI, dan kampus di Provinsi mandatkan untuk penguatan sumber daya lokal di tempat itu," terang Asep.
Pemberian mandat ini juga dapat dilakukan ke beberapa perguruan tinggi untuk bergabung dalam konsorsium riset mandat tertentu.
"Bila outcome (hasilnya) berdampak pada ekonomi dan indeks inovasi global, perguruan tinggi diberi insentif lagi, misalnya kemudahan pengiriman posdoct atau lainnya atau bisa juga insentif bebas pajak PPH bagi peneliti dalam tim mandat," ucapnya.
Menurutnya, masih sedikitnya riset yang menghasilkan inovasi karena tak adanya grand design riset secars nasional. Selain itu, peneliti merasa jago sendiri dan merasa berhasil memenangkan riset kompetitif
"Cenderung peneliti itu-itu saja. Hasilnya hanya menaikan citra dirinya saja, paling jauh citra kampus tetapi bukan negara," kata Asep.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmiko menuturkan rendahnya inovasi yang dilakukan oleh Indonesia juga karena riset yang masih sedikit.
Terlebih, perguruan tinggi swasta sangat sulit untuk memperoleh pendanaan dari Kemenristekdikti sehingga riset yang dilakukan tak begitu banyak.
Selain itu, tema yang dipilih peneliti, jarang yang aplikatif atau sesuai dengan kebutuhan industri atau yang menghasilkan inovasi sehingga riset yang dihasilkan hanya berupa kertas saja atau pelaporan.
Menurutnya, pemerintah perlu membuat kebijakan yang mewajibkan kepada industri untuk bekerja sama perguruan tinggi dalam melakukan riset yang menghasilkan inovasi sebagai upaya untuk meningkatkan Global Innovation Index Indonesia. Hal ini dikarenakan banyak industri yang melakukan riset sendiri atau menggunakan lembaga asing.
"Perlu ada grand design riset, riset seperti apa yang dibutuhkan, arahnya kemana dan sebagainya," ucap Budi.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azzam mengatakan posisi Indonesia dalam Global Innovation Index yang di bawah negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam ini menjadi alarm untuk sungguh-sungguh memperbaiki iklim iptek supaya lebih efektif lagi.
Menurutnya, yang perlu dilakukan saat ini kerjasama yang intens antara bisnis-pemerintah-akademisi untuk membangun riset yang innovatif dan meningkatkan daya saing industri serta ekspor.
"Yang perlu di bangun ekosistem innovasi. Kelemahan masih suka jalan sendiri-sendiri. Perlu juga diubah pendekatan risetnya dimana harus didorong innovasi yang dekat dengan pasar," tutur Bob.