Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TREN WISATA MILENIAL: 'Berpelesir dalam Genggaman'

Jika buku dikenal sebagai jendela dunia, ponsel pintar kini bisa dibilang sebagai pintu dunia. Beberapa sentuhan di ponsel adalah awal langkah penggunanya, ke mana saja.
Pengunjung berada di gerai ponsel pintar di sebuah pusat perbelanjaan, di Jakarta, Rabu (20/6/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Pengunjung berada di gerai ponsel pintar di sebuah pusat perbelanjaan, di Jakarta, Rabu (20/6/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA —Jika buku dikenal sebagai jendela dunia, ponsel pintar kini bisa dibilang sebagai pintu dunia. Beberapa sentuhan di ponsel adalah awal langkah penggunanya, ke mana saja.

Soca, seorang perempuan berusia 29 tahun telah rajin berpelesir sejak sejak duduk di bangku kuliah sekitar 7 tahun yang lalu. Hingga kini, dia telah mengunjungi destinasi wisata di 15 provinsi dan 80 kota/kabupaten  di seluruh Indonesia seperti Kepulauan Derawan, Raja Ampat, Bulukumba, Karimun Jawa, serta berbagai pantai-pantai di pesisir selatan provinsi Jawa Timur.

“Indonesia itu indah banget wisatanya. Sayang kalau enggak dikunjungi,” ujarnya kepada Bisnis.com, beberapa waktu lalu.

Untuk menentukan destinasi mana yang dituju, Soca mencari informasi melalui ponsel pintar. Setelah menetapkan tujuan, ponsel pintar juga yang digunakannya untuk mencari informasi rute perjalanan, memesan tiket, dan booking penginapan.

Fasilitas yang serba digital membuatnya tak khawatir bepergian sendirian. Semuanya sudah disiapkan sebelum berangkat, mulai dari rute perjalanan hingga kendaraan apa yang akan digunakan setelah tiba di lokasi. Dengan menggunakan perangkat digital, Soca juga bisa membandingkan harga tiket pesawat di berbagai aplikasi online travel agent (OTA)

Tak hanya itu, apabila dirinya tak melakukan perjalanan liburan selama 1 bulan, OTA pun mengiriminya surel yang mengingatkanya untuk berlibur.

“Kalau kerjaan lagi banyak banget dan belum sempat jalan-jalan, ada salah satu OTA yang mengingatkan, Soca, saatnya ambil waktu untuk liburan,” ucapnya sambil tertawa.

Selain adanya berbagai macam jenis OTA, tren yang ada media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, dan Instagram juga turut menyemarakkan budaya traveling.

“Jadi kalau enggak traveling, gimana gitu, enggak hidup, apalagi di kalangan milenial sekarang, yang hidup itu harus seimbang antara kerja dan liburan,” tutur Soca.

Perusahaan teknologi, Amadeus, menyebutkan pelancong dari seluruh dunia tak terkecuali yang berasal dari Indonesia telah berubah. Peleserian konvensional sudah ketinggalan zaman karena semua sudah bergeser ke online, meskipun tak sepenuhnya.

Traveler tidak lagi hanya online atau offline, tetapi disatukan oleh keduanya,” ujar GM Amadeus untuk Indonesia Andy Yeow.

Dahulu wisawatawan cenderung menentukan destinasi dan akomodasi secara konvensional melalui pemandu  atau agen wisata. Kini dengan hadirnya OTA, semua bisa dilakukan lewat ponsel di genggaman tangan.

Kehadiran teknologi yang kian memudahkan perjalanan traveler pun memang tidak otomatis mematikan agen perjalanan wisata yang masih bersifat tradisional. Memang, dengan maraknya OTA, mau tak mau para agen perjalanan konvensional harus memutar otak agar dapat bertahan dalam kompetisi.

Andy mengungkapkan ada empat cara yang dapat dilakukan agen perjalanan konvensional agar bisa terus berkompetisi pada tahun-tahun mendatang untuk mengambil peluang dari pertumbuhan minat wisata yang tinggi.

Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan layanan yang lebih personal yang tak mampu didapatkan melalui OTA. Unsur sentuhan manusia atau human touch yang bersifat personal masih menjadi komponen penting dalam suatu perjalanan.

“[Sebanyak] 75% konsumen menghendaki interaksi dengan manusia pada masa depan,” katanya.

Teknologi tidak dibuat untuk menggantikan manusia. Namun, teknologi didesain untuk menghadirkan pengalaman yang lebih personal dan manusiawi.

Selain itu, para agen perjalanan konvensional memanfaatkan berbagai kanal komunikasi yang saling mendukung. Melakukan diversifikasi bisnis dengan menawarkan berbagai aktivitas di destinasi pariwisata.

Andy menambahkan berdasarkan riset Journey of Me yang dirilis Amadeus pada tahun lalu, para wisatawan kerap menggunakan perangkat mobile sebagai kanal utama untuk pencarian dan reservasi perjalanan di Indonesia.

MULTIKANAL

Berdasarkan data dari survei responden, 69% responden menggunakan perangkat mobile mereka untuk mencari informasi perjalanan. Lalu, sebanyak 62% menggunakannya untuk reservasi perjalanan.

“Pada intinya, proses reservasi perjalanan di Indonesia tidak lagi berbentuk linier, atau melalui satu kanal saja,” kata Andy.

Dia tak menampik tren berwisata saat ini lebih banyak didominasi oleh kalangan milenial. Besarnya jumlah populasi generasi milenial yakni 45% populasi di Asia Pasifik harus menjadi peluang yang ditangkap sejumlah penyedia layanan wisata.

Terlebih, generasi milenial lebih banyak menggunakan teknologi, pengalaman, dan cara perjalanan baru dalam melakukan perjalanan wisata.

Para milenial pun terbuka bagi penyedia perjalanan untuk mengirimkan rekomendasi-rekomendasi tersebut atau informasi lewat platform-platform alternatif.

Menurutnya, para generasi milenial tumbuh dengan internet dan teknologi sehingga mereka memiliki keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka menginginkan pengalaman berbeda saat berwisata. Karena itu, industri harus memberikan pelayanan yang berbeda.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Rudiana Jones menuturkan kemajuan teknologi membuat kalangan milenial dan eksekutif muda menuntut agen perjalanan bertransformasi digital.

Menurutnya, online merupakan add-on service yang dibuat untuk melengkapi sistem pemasaran dan penjualan dari travel agent konvensional demi tuntutan zaman.

“Jadi banyak dari anggota kami bukan yang beralih tapi melengkapi sistemnya dengan online. hampir kebanyakan tetap mereka bisa menjalankan bisnisnya dengan konvensional. Jadi yang terbaik adalah kombinasi dari keduanya,” terang Rudiana

Public Relations Director Traveloka Sufintri Rahayu menuturkan aplikasi perjalanan ini digunakan sudah lebih 40 juta pengguna. Saat ini, untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna terutama dalam rangka menangkap pasar milenial, Traveloka meluncurkan Traveloka Xperience.

Dengan kehadiran Traveloka Xperience diharapkan dapat menjadi solusi terbaik untuk memudahkan para pengguna dalam mencari inspirasi hingga mengalami proses pemesanan yang aman dan nyaman untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup berkualitas.

Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari berpendapat teknologi digital sangat mempengaruhi minat untuk berwisata.

Dengan akses informasi yang mudah melalui internet, sangat penting suatu destinasi memiliki review yang baik untuk mendatangkan minat wisatawan.

Kementerian Pariwisata sendiri telah menggadang-gadang Tourism 4.0 untuk menggaet minat turis asing maupun turis domestik milenial untuk berwisata di Tanah Air.

Memang perubahan gaya hidup yang semakin go digital telah mengubah sektor pariwisata yang juga menjadi digital. Hanya dengan smartphone, para turis bisa look, book, and pay transaksi belanja paket wisata. Sesuatu yang mudah bukan?

Di tengah cepatnya perubahan teknologi, mau tak mau pelaku usaha di sektor pariwisata pun harus adaptif mengikuti zaman. Sebab, kalau tidak, akan tertinggal termakan kecanggihan teknologi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper