Bisnis.com, JAKARTA— Meningkatnya komponen biaya yang harus dibayar petani menyebabkan nilai tukar petani (NTP) pada Juni 2019 kembali mengalami penurunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani pada Juni 2019 ada di angka 102,33 atau lebih rendah 0,28% dibandingkan Mei 2019. Adapun, pada Mei, NTP nasional sempat mencapai 103,46 setelah mengalami penurunan sebesar 0,55% dibanding bulan sebelumnya.
“Sebetulnya indeks harga yang diterima petani masih naik, sementara indeks harga yang dibayar petani naik lebih tinggi,” kata kepala BPS Suhariyanto, Senin (1/7/2019).
Indeks harga yang diterima petani meningkat sebesar 0,15% dari 139,58 menjadi 139,79 sementara indeks harga yang harus dibayarkan meningkat lebih jauh sebesar 0,43% dari 136,03 menjadi 136,61.
Dua subsektor yang berkontribusi terbesar dalam penurunan NTP ini antara lain subsektor tanaman pangan dan subsektor tanaman perkbunan.
Khusus untuk tanaman pangan, indeks yang diterima petani meningkat 0,24% sementara indeks yang harus dibayar meningkat lebih tinggi yakni sebesar 0,46%. Konsumsi rumah tangga menjadi kontributor terbesar terhadap kenaikan indeks yang harus dibayar petani tanaman pangan.
Kenaikan biaya konsumsi rumah tangga petani tanaman pangan tercatat sebesar 0,56% adapun kenaikan biata produksi dan penambahan barang modal hanya sebesar 0,13%.
Di sisi lain, nilai tukar petani perkebunan rakyat memang mengalami penururnan. Hal ini lantaran indeks harga yang diterima petani memang menurun. Penurunan indeks harga ini disebabkan kondisi harga sejumlah tanaman perkebunan yang memang mengalami pelemahan.
“Karena ada penurunan harga terkait fluktuasi berbagi harga komoditas perkebunan di pasar dunia akan berpengaruh pada pendapatan petani perkebunan. Misalnya terjadi penurunan harga kelapa sawit, kopi, cengkeh, lada dan teh. Ini yang menyebabkan NTP tanaman perkebunan turun 1, 47%,” tambahnya.
Di samping penurunan indeks harga yang diterima, harga yang harus dibayarkan oleh petani tanaman perkebunan rakyat pun mengalami penaikan sebesar 0,56% didorong meningkatnya biaya konsumsi rumah tangga sebesar 0,67% dan biaya produksi dan penambahan barang modal sebesar 0,07%.