Bisnis.com, JAKARTA -- Tak jauh dari Jalan By Pass Ida Bagus Mantra, yang menghubungkan bagian selatan Bali dengan bagian utara pulau itu, mobil yang membawa rombongan kami berbelok ke kiri. Di depan kami pun terlihat sebuah bangunan seperti aula besar.
Di aula itu, berderet keranjang-keranjang besar dari bambu berisi dedaunan kering dan sampah plastik. Di bagian belakang aula, dipasang spanduk-spanduk yang menjelaskan proses pengolahan sampah di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Werdhi Guna, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali.
Di bagian kanan aula, ada beberapa mesin dan keranjang-keranjang berisi pelet yang berasal dari olahan sampah.
Seperti disebutkan di spanduk-spanduk yang dipasang, TOSS Gunaksa merupakan tempat masyarakat desa tersebut mengumpulkan sampah organik dan sampah plastik untuk diolah serta dimanfaatkan kembali. Tak tanggung-tanggung, pelet dari hasil olahan sampah-sampah tersebut bahkan bisa digunakan sebagai campuran bahan baku PLTU Jeranjang di Lombok.
Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Werdhi Guna di Klungkung, Bali, Kamis (27/6/2019)./Bisnis-Annisa Margrit
Di beberapa keranjang bambu terpasang kertas berlaminating bertuliskan: Keranjang Proses Peyeumisasi.
Peyeumisasi di sini bukan berarti proses membuat peyeum, penganan khas Jawa Barat, meski sama-sama melibatkan proses fermentasi. Peyeumisasi yang dimaksud di sini adalah proses fermentasi secara aerob (menggunakan oksigen) terhadap sampah, dengan mencampurkan bioaktivator secara berlapis.
Program TOSS sebenarnya merupakan program kerja sama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klungkung dengan STT PLN dan PT Indonesia Power--yang membawa rombongan wartawan, termasuk saya, hari itu. Program ini berangkat dari keinginan untuk mengatasi masalah sampah di kabupaten itu dan menuju Bali yang mandiri secara energi.
Adapun TOSS Gunaksa menjadi percontohan bagi program serupa di desa-desa lainnya di Klungkung. Sebelum proyek ini berjalan, Bendahara TOSS Gunaksa Nengah Mariani bercerita masyarakat sekitar selalu membuang sampah di sungai.
Pascabanjir bandang pada 2010, yang menimbulkan kerugian material cukup besar, Pemkab Klungkung pun menyusun program pengolahan sampah.
Nengah mengungkapkan sampah dari desa itu saja bisa mencapai 3 ton dalam sehari. Sampah yang masuk dipilah antara yang memiliki nilai jual dan yang tidak.
Proses pencacahan sampah yang telah dipeyeumisasi sebelum dijadikan pelet di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Werdhi Guna di Klungkung, Bali, Kamis (27/6/2019)./Bisnis-Annisa Margrit
Sampah yang telah dipilah dimasukkan ke keranjang peyeumisasi dan disiram bioktivator, yang akan menghilangkan bau serta lalat. Setelah 5-6 hari, sampah bisa dipanen untuk kemudian dicacah menggunakan mesin khusus.
Sampah yang sudah dicacah lalu diubah menjadi pelet agar lebih mudah digunakan. Terakhir, pelet dijemur seharian di bawah sinar matahari agar tidak lembap.
Pelet yang sudah kering pun siap digunakan, baik oleh masyarakat sekitar Desa Gunaksa maupun dikirim ke PLTU Jeranjang. Pelet yang dihasilkan memiliki kalori 3.300-4.500 kcal/kg.
Dia menuturkan sebenarnya TOSS Gunaksa bisa membuat pelet organik dan campuran, yang berasal dari sampah organik dan plastik. Namun, mesin pelet yang dapat membuat pelet campuran rusak sehingga sekarang mereka hanya bisa memproduksi pelet organik.
"Kalau [pelet] yang organik buat kompor anglo masyarakat di sini, kalau [pelet] yang campuran untuk gasifier," terang Nengah, Kamis (27/6/2019).
Dia melanjutkan pelet organik terutama dimanfaatkan oleh pelaku usaha kecil di Desa Gunaksa, khususnya yang menjual makanan. Dengan menggunakan sistem barter, para pelaku usaha ini membawa sampah ke TOSS Gunaksa untuk ditukar dengan 1 kilogram (kg) pelet--yang cukup untuk memasak selama sehari.
Pengolahan sampah yang telah dicacah menjadi pelet di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Werdhi Guna di Klungkung, Bali, Kamis (27/6/2019)./Bisnis-Annisa Margrit
Sayangnya, kapasitas produksi yang terbatas membuat pasokan pelet untuk PLTU Jeranjang tak bisa optimal. Maklum, TOSS Gunaksa hanya bisa menghasilkan 300 kg pelet dalam sehari, itu pun jika mesin beroperasi dengan lancar.
Menurut Nengah, fasilitas yang digunakan oleh TOSS Gunaksa berasal dari Pemerintah Desa setempat dan Indonesia Power. Pihak Indonesia Power juga melakukan pendampingan untuk mesin yang diberikan.
Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah menyatakan pelet sampah dari TOSS Gunaksa dikirim ke PLTU Jeranjang sebagai campuran bahan bakarnya. Namun, kebijakan ini masih dalam tahap uji coba.
"Campurannya 95 persen batu bara dan 5 persen sampah dari sini," sebutnya.
Pelet juga lebih murah dibandingkan batu bara. Jika harga pelet hanya Rp300 per kg, maka harga batu bara mencapai Rp700 per kg.
Gasifier untuk mengubah pelet menjadi listrik di PLTD/G Pesanggaran, Denpasar, Bali, Rabu (26/6/2019)./Bisnis-Annisa Margrit
Selain di TOSS Gunaksa, Indonesia Power juga memiliki fasilitas pengolahan sampah menjadi pelet di PLTD/G Pesanggaran, Bali. Sampah yang digunakan berasal dari daerah sekitar PLTD/G, termasuk pura.
"Sampah dijadikan pelet, diteruskan ke gasifier, yang kemudian dimanfaatkan jadi listrik. Listriknya kemudian dimanfaatkan untuk kebutuhan listrik sendiri [di PLTD/G Pesanggaran]. Jadi, bisa mengurangi biaya pemakaian sendiri," papar Dwi.
Di tengah terus meningkatnya permintaan listrik di Pulau Dewata--di mana pertumbuhan listriknya mencapai 7,89 persen hingga Mei 2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu--dan Indonesia secara umum, adanya sumber energi yang berkelanjutan dan lebih ramah lingkungan tentu menjadi udara segar.