Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Relokasi Pabrik, Produk Alas Kaki Makin Berdaya Saing

Penurunan nilai ekspor alas kaki pada Januari—April 2019 ditengarai bukan disebabkan oleh pelemahan permintaan global. Relokasi yang dilakukan oleh industri alas kaki ke daerah dengan upah tenaga kerja yang lebih rendah mendorong harga produk yang lebih kompetitif.
Pekerja menyelesaikan pembuatan sandal dan sepatu di PT Aggiomultimex, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (25/9)./ANTARA-Umarul Faruq
Pekerja menyelesaikan pembuatan sandal dan sepatu di PT Aggiomultimex, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (25/9)./ANTARA-Umarul Faruq

Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan nilai ekspor alas kaki pada Januari—April 2019 ditengarai bukan disebabkan oleh pelemahan permintaan global. Relokasi yang dilakukan oleh industri alas kaki ke daerah dengan upah tenaga kerja yang lebih rendah mendorong harga produk yang lebih kompetitif.

Firman Bakri, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), mengatakan walaupun data resmi menunjukkan nilai ekspor alas kaki sepanjang Januari—April 2019 mengalami penurunan, tetapi para anggota asosiasi menyatakan permintaan pasar global saat ini dalam kondisi baik. Perang dagang antara dua negara adidaya, China dan Amerika Serikat, juga dinilai belum terlihat efeknya terhadap sektor padat karya ini

Pada Rabu (15/5/2019), Badan Pusat Statistik merilis ekspor alas kaki dengan HS number 64 mengalami penurunan sebesar 11,74% secara tahunan dari US$1,72 miliar menjadi US$1,52 miliar pada Januari—April 2019.

“Penurunan ekspor kan dilihat dari value, sementara informasi dari anggota ternyata [permintaan ekspor] sedang bagus, tidak ada penurunan. Dari fenomena ini, bisa jadi dikarenakan industri baru yang relokasi ke Jawa Tengah sudah mulai beroperasi,” ujarnya akhir pekan lalu.

Firman menjelaskan dengan upah tenaga kerja yang lebih murah, maka harga produk yang diekspor juga ikut menurun. “Penurunan nilai ekspor tersebut dikarenakan adanya penurunan free on board (FoB) ekspor karena ada penurunan biaya produksi,” jelas Firman.

Sektor alas kaki merupakan industri padat karya sehingga upah tenaga kerja sangat mempengaruhi daya saing. Relokasi menjadi salah satu upaya pabrikan untuk menjaga agar order alas kaki dari pasar ekspor tetap ditujukan ke Indonesia. Apalagi, saat ini Vietnam menjadi negara tujuan utama di Asia Tenggara dari para prinsipal global karena memiliki upah tenaga kerja yang lebih efisien.

Selain Vietnam, Kamboja juga menunjukkan pertumbuhan nilai ekspor yang meroket, walaupun nilainya masih rendah. Pada 2017, Kamboja mencatatkan kenaikan ekspor sebesar 422,80% dengan nilai US$1,8 miliar.

Industri alas kaki telah memulai proses relokasi ke daerah dengan upah tenaga kerja yang lebih rendah sejak beberapa tahun terakhir. Wilayah Jawa Tengah menjadi daerah yang banyak dituju, seperti Jepara, Salatiga, dan Brebes.

Firman menambahkan asosiasi masih meyakini permintaan ekspor alas kaki dari Indonesia akan bertumbuh seiring dengan peningkatan global. Apalagi dengan kehadiran Presiden Joko Widodo ke salah satu produsen, PT KMK Global Sport I, pada bulan lalu, menumbuhkan keyakinan bahwa pemerintah memberikan perhatian terhadap industri alas kaki.

Di sisi lain, upaya relokasi ke wilayah dengan upah tenaga kerja yang lebih rendah bukan berarti tidak menghadapi tantangan. Budiarto Tjandra, Ketua Pengembangan Sport Shoes & Hubungan Luar Negeri Aprisindo, mengatakan tantangan yang ada adalah keahlian tenaga kerja.

“Misalnya, di daerah Brebes dan Jepara para tenaga kerjanya tidak memiliki background bekerja di industri sepatu sehingga perlu edukasi dan training supaya siap kerja di industri alas kaki,” katanya.

Menurut Budi, selama ini perusahaan bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dalam meningkatkan keahlian tenaga kerja melalui pelatihan-pelatihan.

Sepanjang tahun lalu ekspor alas kaki dari Indonesia berada di angka US$5,11 miliar, tumbuh 4,13% secara tahunan dari US$4,91 miliar. Untuk tahun ini, Kementerian Perindustrian memproyeksikan ekspor produk alas kaki dalam negeri bisa mencapai US$6,5 miliar.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan salah satu pendorong peningkatan ekspor alas kaki adalah penandatanganan kerja sama IA-CEPA dengan pemerintah Australia dan European Free Trade Association (EFTA).

Airlangga menegaskan pemerintah berupaya melakukan kebijakan strategis untuk mendorong industri alas kaki di Indonesia agar semakin meningkatkan kapasitas produksinya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus menjadi substitusi impor atau mengisi pasar ekspor.

Salah satunya, pemerintah siap memberikan berbagai kemudahan, antara lain kemudahan akses terhadap bahan baku, peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri, serta implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 dalam menyongsong revolusi industri 4.0.

Sebelumnya, Airlangga juga menyatakan pihaknya sedang menggodok insentif mini tax holiday untuk mendorong sektor industri padat karya, termasuk alas kaki. Rencana ini juga bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi, apalagi saat ini Indonesia menjadi salah satu negara yang dilirik bagi beberapa investor.

"Nanti, kami akan dorong mini tax holiday ke industri labour intensive supaya bisa lebih berkembang. Salah satu kriterianya tentu serapan tenaga kerja," jelas Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper