Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah menerapkan satu arah atau one way selama puncak arus mudik angkutan Lebaran 2019 di tol Trans-Jawa ditentang oleh pengusaha otobus (PO) karena dinilai tidak mendukung penggunaan moda transportasi umum seperti bus antarkota antarprovinsi (AKAP).
Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan menuturkan, persiapan pemerintah menjelang arus mudik dan balik Lebaran 2019 sudah mulai terasa beberapa hari terakhir. Namun, dia menyayangkan beberapa kebijakan yang diambil pemerintah cukup mengundang tanya di kalangan pelaku usaha transportasi.
Kebijakan satu arah ini tidak sesuai dengan upaya yang pemerintah gadang-gadang selama ini, yaitu masyarakat diarahkan untuk menggunakan kendaraan umum.
"Kalau diberlakukan one way itu lebih ke mengakomodir masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi," tegasnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Menurutnya, kebijakan sistem one way atau satu arah ini akan diberlakukan mulai dari Cikarang Utama sampai dengan KM 262 atau Brebes Barat akan membuat terjadinya penumpukan penumpang bus di Jabodetabek.
Pasalnya, kendaraan dari arah timur, harus keluar di gerbang tol Brebes Barat dan menggunakan jalan arteri atau jalan negara sampai ke Cirebon kemudian Indramayu sampai ke Jakarta. Artinya, waktu tempuh menuju Jakarta menjadi lebih panjang dan keterlambatan tidak bisa dihindarkan.
"Potensial tertinggi adalah keterlambatan bus masuk Jakarta dan bisa jadi kerugian karena bus tidak bisa sampai ke Jakarta untuk mengangkut penumpang. Dengan penerapan one way 3 hari seperti rencana, potential lost bisa-bisa lebih dari 15%, karena lonjakan penumpang tidak terangkut," jelas Kurnia.
Hal ini jelas merugikan bagi pelaku usaha transportasi bus. "Keterlambatan dan hambatan perjalanan membuat angkutan bus menjadi tidak kompetitif," terangnya.
Dalam rencana, sistem satu arah Ini mulai berlaku pada 30 Mei--2 Juni 2019 dan berlangsung selama 24 jam penuh. Sementara itu, dia menilai beberapa titik dan penyebab kemacetan tidak pernah diselesaikan secara tuntas.
Menurut Kurnia Lesani Adnan, akar permasalahan kemacetan adalah karena volume kendaraan yang tinggi, sehingga yang harus dilakukan adalah berupaya mengurangi volume kendaraan pribadi yang tinggi dan pelaksanaannya sampai saat ini belum terlihat nyata.
"Pelanggaran pengendara yang kerap memarkirkan kendaraannya di sembarangan tempat dan membuat kemacetan juga tidak pernah diganjar tilang sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak ada efek jera, yang ada pembiaran dan kejadian ini terus berulang dengan alasan mudik Lebaran," tegasnya.
Kurnia menjelaskan, beberapa titik dan penyebab kemacetan tidak pernah diselesaikan secara tuntas. Menurutnya, akar permasalahan kemacetan adalah karena volume kendaraan yang tinggi, bagaimana mengurangi volume kendaraan pribadi yang tinggi sampai saat ini belum terlihat nyata.
"Pelanggaran pengendara yang kerap memarkirkan kendaraannya di sembarangan tempat dan membuat kemacetan juga tidak pernah diganjar tilang sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak ada efek jera, yang ada pembiaran dan kejadian ini terus berulang dengan alasan mudik Lebaran," tuturnya.
Pemilik bus tol Trans-Jawa ini menilai selain jalan tol masih ada infrastruktur jalan provinsi/negara yang rusak belum ada tanda-tanya diperbaiki sehingga mengganggu kendaraan pemudik melalui jalur tersebut.
Kerusakan jalan tersebut di antaranya di wilayah Sumatra Utara, jalur Lintas Timur Sumatera di wilayah Jambi-Riau, Jambi-Sumsel, jalur Lintas Tengah Jawa di wilayah Brebes dan Banyumas, Lintas Pantura di wilayah Batang-Plelen-Gringsing sampai Kendal.