Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adaro Masih Optimistis Dengan Pasar Batu Bara di Asia

Permintaan impor batu bara India telah meningkat sekitar 6 metrik ton pada kuartal I/2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Aktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10)./JIBI-Nurul Hidayat
Aktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA—PT Adaro Energy Tbk optimistis dengan pasar batu bara di Asia terutama dari India yang diprediksi akan mencatat pertumbuhan impor tertinggi pada 2019.

Permintaan impor batu bara India telah meningkat sekitar 6 metrik ton pada kuartal I/2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan permintaan terhadap batu bara ini didominasi oleh sektor industri dan upaya pemerintah untuk menghindari gangguan pasokan listrik sebelum Pemilu.

Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir mengatakan selain India, negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia juga dprediksi akan meningkatkan impor batu bara lantran menunjukkan kemajuan dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Meskipun, di sisi lain, Thailand sebagai pasar batu bara lainnya, justru mengalihkan konsumsi karena mulai beralih ke energi baru terbarukan (EBT), yakni tenaga surya.

Selain itu, negara-negara di Eropa dan Asia Utara juga mulai melakukan pengalihan dari batu bara ke gas. Kondisi ini telah mengakibatkan perubahan pada alur perdagangan dengan mendorong penjualan ke negara-negara Asia.

“Jadi Vietnam lagi bangun PLTU, Kamboja juga, Malaysia juga bangun, Filipina juga bangun, Bangladesh juga lagi bangun. Jadi secara overall, demand tu masih cukup ada lah,” katanya, belum lama ini.

Pada 2018, total volume penjualan batu bara Adaro mencapai 54,39 metrik ton atau naik 5% dibandingkan dengan tahun lalu. Penjualan ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia menjadi porsi terbesar Adaro yakni mencapai 39%. Sisanya, 30% penjualan dilakukan ke Asia Timur, China 14%, dan India 11%.

Adaro menargetkan produksi batu bara pada 2019 akan mencapai 54 juta hingga 56 juta ton. Target ini tidak jauh berbeda dengan realisasi 2018 karena Adaro yang pada tahun ini berencana untuk berfokus pada manajemen cadangan batu bara.

Hingga kuartal I/2019, produksi batu bara Adaro mencapai 13,75 metrik ton atau mengalami penurunan sebesar 9% dibanding periode sama tahun lalu. Sementara, jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, terjadi peningkatan produksi hingga 26%.

Pada kuartal I/2019, 40% penjualan batu bara dikirim ke Asia Tenggara, 30% Asia Timur, 14% India, 12% China, dan 3% Eropa.

Garibaldi mengakui selain pasar yang sulit, Adaro juga dihadapkan dengan harga yang kerap berfluktuasi. Seperti misalnya pada awal 2018, pasar batu bara dimulai dengan harga tinggi namun pada semester kedua justru terkoreksi ke bawah.

Sementara, tren harga batu bara pada kuartal I/2019 cukup bervariasi. Harga rata-rata Global Coal Newcastle (GCN) mendapat tekanan pada kuartal I/2019 mengalami penurunan 10% dari periode sebelumnya. Di sisi lain, harga batu bara dengan kalori rendah sampai sedang meningkat 2% pada kuartal I/2019 dibanding periode sebeumnya akibat musim hujan dan masalah logistik di Indonesia.

Menurutnya, perseroan juga berupaya untuk melalukan efisiensi lantaran harga batu bara yang kerap berfluktuasi. Hal tersebut yang membuat perseroan terus melakukan efisiensi untuk menekan kondusi yang kurang kondusif.

“Awal tahun 2018 harga batu bara kan bagus, tetapi tiba-tiba Oktober-November menurun drastis, awal Januari 2019 harga masih kurang kondusif, tetapi Februari balik lagi,” katanya.

Boy juga mengakui earning before interest and tax (EBITDA) pada 2019 kemungkinan tidak akan sebagus tahun lalu. Tahun ini EBITDA kemungkinan dipatok hanya sekitar US$1 miliar sampai US$1,2 miliar. Sementara, pada 2018, EBITDA Adaro mencapai U$1,4 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 38,19% dibanding tahun lalu.

“Katakanlah kondisi yang kurang kondusif, kita fokus tetap bagaimana melakukan efisiensi di sana sini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper