Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Daur Ulang Siap Tampung Sampah Botol Plastik

Industri daur ulang di Indonesia menyatakan kesiapannya dalam menampung sampah botol plastik. Botol plastik bekas pakai tersebut dinilai masih memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, karena dapat didaur ulang menjadi produk lain. 
 Aktivitas audit sampah plastik Greenpeace Indonesia di Sanur, Bali./Dok. Greenpeace Indonesia
Aktivitas audit sampah plastik Greenpeace Indonesia di Sanur, Bali./Dok. Greenpeace Indonesia
Bisnis.com, JAKARTA – Industri daur ulang di Indonesia menyatakan kesiapannya dalam menampung sampah botol plastik. Botol plastik bekas pakai tersebut dinilai masih memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, karena dapat didaur ulang menjadi produk lain. 
Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) Christine Halim mengungkapkan daur ulang adalah solusi jitu dalam mengatasi sampah botol plastik. 
"Industri daur ulang plastik saat ini telah berkembang pesat di Indonesia, terutama untuk jenis plastik yang memiliki nilai ekonomis seperti PET dan PP.  Tingkat daur ulang keduanya mencapai di atas 50%," ujar Christine di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Christine mengatakan potensi bisnis daur ulang plastik sebenarnya terbilang cukup besar. Tahun lalu, dari konsumsi plastik sekitar 3-4 juta ton per tahun, bisnis daur ulang bisa mencapai 400.000 ton per tahun. Jumlah tersebut belum memperhitungkan dari perusahaan daur ulang di luar anggota ADUPI.
"Hasil daur ulang botol plastik utamanya adalah plastik cacahan, yang selanjutnya menjadi bahan baku untuk produk peralatan rumah tangga dan lainnya. Namun, khusus untuk pasar ekspor, hasil daur ulangnya sudah berbentuk barang jadi. Salah satu hasil daur ulang yang paling banyak ditemui adalah dakron untuk bahan pengisi bantal dan boneka. Selain itu, daur ulang botol plastik bisa  menghasilkan produk geotex, yang biasa digunakan untuk lapisan jalan," tuturnya.
Namun, Christine mengakui banyak produk olahan plastik hasil daur ulang masih kalah dengan produk-produk asal China. Untungnya, lanjut Christine, sebagian besar ekspor hasil daur ulang plastik di Indonesia juga menuju China, Korea, dan negara lainnya.
Yang jelas, Christine berpendapat, pendaur ulang plastik harus lebih diperhatikan pemerintah. Terlebih lagi, katanya, bisnis ini bisa menjadi solusi mengatasi masalah sampah plastik, yang selama ini selalu dijadikan isu bagi pemerintah untuk mencari tambahan pendapatan negara.
Seperti diketahui, sampah dan botol plastik diduga menjadi polutan terbesar yang mencemari laut dan pantai. Setiap tahun, diperkirakan lautan di dunia harus menanggung beban sampah plastik sampai 12,7 juta ton. Meski belum ada data valid, Indonesia diduga menjadi penyumbang sampah plastik nomor dua dari daftar 20 negara paling banyak membuang sampah plastik ke laut.
Christine mengatakan proses daur ulang sebagai tahapan penerapan model ekonomi circular, dipandang dapat mengatasi sampah plastik. Dia berpendapat, rantai daur ulang adalah kunci utama dalam penerapan ekonomi circular.
"Dengan melakukan daur ulang sampah plastik dan menggunakan kembali produk daur ulang, tentunya dapat mengurangi penumpukan sampah di TPA. Model ini juga memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat serta dapat mendukung industri pengolahan sampah," jelas Christine.
Lebih lanjut, dia memaparkan pengelolaan sampah di Indonesia telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2008. Meski demikian, masih terdapat kendala dalam implementasi pengelolaan sampah, di antaranya adalah dampak implementasi otonomi daerah, yang membuat pengelolaan sampah berada di bawah yurisdiksi pemerintah daerah.
"Pengelolaan yang sepihak dan parsial akan berdampak secara nasional, bahkan menjadi persoalan global seperti temuan sampah plastik di lautan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Christine berharap data yang akurat diharapkan akan menjadi acuan dalam menyusun kebijakan, mengembangkan solusi dan perencanaan teknis yang tepat sasaran dan berpihak pada lingkungan. 
Selanjutnya, diperlukan sinergi untuk mendapatkan solusi yang efektif dalam mengelola sampah plastik. Permasalahan ini pada akhirnya dapat diselesaikan jika seluruh pihak memberikan kontribusi nyata.
Di tempat berbeda, Ketua Umum Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Pris Polly Lengkong berharap kepada pemerintah untuk memberikan peluang kepada mereka untuk dapat meningkatkan daur ulang plastik botol seperti tidak membatasi perizinan, seperti penggiling harus ada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan izin lainnya seperti para pabrik industri lainnya.
"Dulu kita sebagai penggiling botol plastik tidak khawatir dengan segala izin karena kami para pengepul pemulung yg mengambil sampah, tapi saat ini kami selalu dicari kesalahan dan harus ipal terlebih dahulu, sementara membuat izin IPAL biayanya mencapai Rp100 juta dan ini sangat memberatkan kami," keluh Pris Polly.
Padahal, kata dia, mereka hanya mengolah sampah botol plastik untuk membantu pemerintah dan omzetnya tidak mencapai Rp100 juta. "Bagaimana kami bisa meningkatkan sirkulasi ekonomi daur ulang botol plastik dan memberikan kesejahteraan anggota IPI kalau situasinya seperti ini."
Ketum IPI juga berharap kepada pemerintah untuk dapat mendaur ulang botol plastik dg program kerja IPI yaitu KIPP: Kawasan Industri Pemukiman Pemulung yang didirikan di setiap komunitas pemulung agar tidak hanya botol plastik saja tapi semua sampah daur ulang bisa diatasi dan memberikan kehidupan yang layak bagi anggota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper