Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan bahwa sambal bulan ini realisasi pemberian izin perhutanan sosial sudah mencapai 2,56 juta hektare.
Bambang Supriyanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) menyampaikan angka capaian tersebut merupakan data per tanggal 4 Maret 2019.
“Per 4 Maret 2019, capaian realisasi perhutanan sosial itu 2,56 juta hektare,” tuturnya kepada Bisnis, Selasa (4/3).
Hingga 2018, capaian realisasi perhutanan sosial berhasil mencapai sekitar 2,51 juta hektare. Capaian terbaru tersebut menunjukkan dalam kurun waktu dua bulan pada 2019 Ditjen PSKL berhasil mempercepat pengeluaran izin perhutanan sosial di lahan sekitar 50.000 hektare.
Di mana untuk tahun ini, sebelumnya Bambang mengatakan target alokasi perhutanan sosial adalah 1 juta hektare. Target alokasi tersebut sudah terbagi untuk BPSKL Sumatera (300.000 hektare), BPSKL Jabalnusra (125.000 hektare), BPSKL Kalimantan (300.000 hektare), BPSKL Sulawesi (125.000 hektare) dan BPSKL Maluku Utara (150.000 hektare).
Bambang optimistis bahwa pihaknya dapat mencapai target tersebut dengan program coaching clinic kerja bareng jemput bola yang sudah terbukti bisa menggenjot percepatan pemberian akses alokasi perhutanan sosial sejak diimplementasikan tahun lalu.
“Strategi program ‘Kerja Bareng Jemput Bola’ ini merupakan program kerja yang melibatkan Gubernur di tiap-tiap provinsi untuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Perhutanan Sosial,” jelasnya.
Lebih jelasnya, Coaching Clinic ’Kerja Bareng Jemput Bola’, merupakan kegiatan pelayanan Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial dengan Balai PSKL, Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial (TP2PS) dan Pokja Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi dalam menfasilitasi akses legal perhutanan sosial sampai tingkat tapak.
Nantinya, skema ini akan diawali dengan pembekalan kepada pendamping, verifikator dan tenaga Geographic Information System (GIS) di setiap Provinsi. Kemudian, dilakukan pencermatan data potensi perhutanan sosial hasil Lokakarya (Blueprint) dan dilanjutkan dengan diberikannya fasilitasi usulan perhutanan sosial secara langsung di tingkat tapak dan verifikasi teknis.
Selain itu, guna menjamin adanya dampak ekonomi dan ekologis yang muncul pasca mendapatkan izin perhutanan sosial maka tahun ini KLHK akan menyiapkan pendamping perhutanan sosial di mana pada tahun-tahun sebelumnya belum ada anggarannya.
“Tahun ini kami berikan anggaran khusus untuk penyediaan pendamping perhutanan sosial, pendamping ini bisa dari PNS, Non-PNS, LSM dan sebagainya setelah melalui tahap-tahap pelatihan,” jelasnya.
Selain itu, untuk menjamin bahwa KTH pemegang izin penggunaan lahan perhutanan sosial dapat sejahtera, KLHK akan fokus untuk menjalankan program yang menjamin para KTH tersebut dapat melakukan kegiatan pengembangan usaha.
“Melalui bantuan ekonomi produktif, bisa juga melalui bank pesona, termasuk juga ada anggaran untuk pelatihan, studi banding,” jelasnya.
Dia mengklaim bahwa hasil produksi dari skema perhutanan sosial sudah banyak diserap oleh berbagai perusahaan.
Bambang menyebutkan offtaker hasil produksi perhutanan sosial datang dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan beberapa perusahaan swasta.
“Kalau BUMN, itu [di antaranya] ada Perhutani, Bulog, Perindo dan RNI,” ujarnya
Kemudian, dari perusahaan swasta Bambang menyebutkan Kacang Garuda (PT GarudaFood PT GarudaFood Putra Putri Jaya), Carrefour, Nestle dan IDH Sustainable Trade Initiative.