Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KLHK Jamin Perubahan Status Gunung Papandayan Mengedepankan Prinsip Konservasi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa perubahan status Gunung Papandayan dan Kawah Kamojang dari fungsi cagar alam menjadi taman wisata alam mengutamakan prinsip konservasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu.
Pendaki melintas di Hutan Mati Gunung Papandayan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (15/4)./Antara-Adeng Bustomi
Pendaki melintas di Hutan Mati Gunung Papandayan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (15/4)./Antara-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa perubahan status Gunung Papandayan dan Kawah Kamojang dari fungsi cagar alam menjadi taman wisata alam mengutamakan prinsip konservasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno menjelaskan hanya sekitar 20% dari total keseluruhan kawasan yang status fungsinya diubah dari cagar alam ke taman wisata alam.

“Jadi, tidak keseluruan kawasan CA yang berubah statusnya hanya sekitar 20% dari kawasan yang berubah [statusnya],” tutur Wiratno saat dihubungi Bisnis, Selasa (5/3/2019)

Dia menjelaskan dalam keterangan resminya, komplek hutan Gunung Guntur dan Papandayan ditunjuk pertama kali sebagai kawasan hutan berdasarkan GB. Nomor 27 dan Nomor 28 tanggal 7 Juli 1927.

“Pada tahun 1979 kompleks hutan tersebut kemudian ditunjuk menjadi CA Kawah Kamojang,  TWA Kawah Kamojang, CA Gunung Papandayan dan TWA Gunung Papandayan. Pada Tahun 1990 ditetapkan CA Kawah Kamojang seluas 7.805 hektare dan TWA Kawah Kamojang seluas 481 hektare, serta CA Gunung Papandayan seluas 6.807 hektare dan TWA Gunung Papandayan seluas 225 hektare,” tuturnya.

Dia melanjutkan secara faktual, pada kawasan CA Kawah Kamojang terdapat penggarapan lahan yang dilakukan masyarakat seluas 449,17 hektar, aktivitas wisata alam berupa camping dan pemancingan di Danau Ciharus, serta pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi (PJLPB) yang telah berlangsung sejak tahun 1974.

PJLPB yang dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy memanfaatkan area seluas 56,85 hektare (1,97% dari luas TWA) dengan kapasitas terpasang 235 MW. PJLPB diperlukan untuk mensuplai kebutuhan listrik Jawa-Bali yang menerangi 261.000 rumah. Selain energi listrik yang dihasilkan, operasionalisasi pemanfaatan panas bumi juga berkontribusi terhadap penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT Pertamina, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan Dana Bagi Hasil yang diatur oleh Kementerian Keuangan, sementara pemerintah kabupaten mendapatkan bonus produksi yang besarnya Rp47,2 miliar, dan sejak tahun 2015 disetorkan langsung ke kas pemerintah kabupaten, Garut Rp5,35 miliar dan Bandung Rp41,85 miliar,” lanjutnya.

Selain itu, terdapat pemanfaatan jasa lingkungan air oleh masyarakat di 7 (tujuh) desa, yaitu Desa Cisarua, Desa Sukakarya, Desa Padaawas, Desa Cihawuk, Desa Laksana, Desa Dukuh dan Desa Ibun.

Kemudian, di CA Gunung Papandayan terdapat penggarapan lahan yang dilakukan masyarakat seluas 180 hektare, aktivitas wisata alam di Kawah Manuk dan Kawah Darajat, dan pemanfaatan jasa lingkungan berupa panas bumi.

Kegiatan pemanfaatan panas bumi telah berlangsung sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan kawasan seluas 26 hektare (1,3% dari luas TWA) dengan kapasitas terpasang 271 MW. Energi yang dihasilkan tersebut mensuplai kebutuhan listrik Jawa-Bali yang sampai dengan saat ini menerangi 301.000 rumah.

“Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT. Pertamina, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan Dana Bagi Hasil yang diatur oleh Kementerian Keuangan, sementara pemerintah kabupaten mendapatkan bonus produksi sebesar Rp25,6 miliar, di mana sejak tahun 2015 disetorkan langsung ke kas pemerintah kabupaten (Garut: Rp24,1 miliar dan Bandung: Rp 1,5 miliar),” jelasnya.

Dia juga mengatakan pemanfaatan panas bumi pada awalnya dikelola oleh PT Pertamina Geothermal Energy, kemudian pada tahun 2002 dilakukan Kontrak Operasi Bersama dengan PT Amoseas Indonesia Inc. (2002-2005), kemudian berganti menjadi Chevron Geothermal Indonesia Ltd. dan saat ini beralih kepada Star Energy Geothermal Darajat II Ltd. Selain itu, terdapat pemanfaatan jasa lingkungan air oleh masyarakat di 3 (tiga) desa, yaitu Desa Karya Mekar, Desa Padaawas dan Desa Sarimukti, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.

Berdasarkan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 34/2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, pemerintah dapat melakukan perubahan fungsi kawasan hutan untuk kepentingan optimalisasi fungsi kawasan.

“Perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan melalui proses kajian evaluasi kesesuaian fungsi yang dilaksanakan pada tahun 2012 dan tahun 2016 serta penelitian oleh Tim Terpadu Perubahan Fungsi yang keanggotaannya terdiri dari LIPI, perguruan tinggi [IPB], Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, perwakilan lingkup Kementerian LHK [Ditjen PKTL, KSDAE, Litbang] dan UPT, yang dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2017,” katanya.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan penelitian lapangan, Tim Terpadu menyimpulkan dan merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: 

a)     Sebagian kawasan CA Kamojang dan CA Papandayan mengalami degradasi, sehingga perlu dilakukan pemulihan ekosistem.

b)     Dalam rangka mempercepat pemulihan ekosistem tersebut, diperlukan intervensi pengelolaan, yang hanya dapat dilakukan pada Kawasan Pelestarian Alam (TN, TWA dan Tahura). Oleh karena itu diperlukan perubahan fungsi kawasan hutan dalam fungsi pokok hutan konservasi dari CA menjadi TWA. Perubahan fungsi tersebut didukung oleh 100% kepala desa, 75% pejabat kecamatan dan 87,8% masyarakat.

c)      Pemegang Izin Panas Bumi yang memiliki Wilayah Kerja Operasi berada dalam kawasan CA Kawah Kamojang dan CA Gunung Papandayan di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, hingga kini terkendala dalam proses pengembangan lapangan operasi di CA Kawah Kamojang dan CA Gunung Papandayan yang izinnya dapat diperpanjang atau diperbaharui apabila fungsi CA sebagaimana yang diusulkan diubah fungsinya menjadi TWA. 

d)     Dari hasil penelitian aspek biofisik, sosial ekonomi dan sosial budaya serta hukum dan kelembagaan, area usulan memenuhi kriteria perubahan fungsi kawasan dalam fungsi pokok. 

 e)     Dengan mempertimbangkan hasil penelitian aspek biofisik, sosial ekonomi dan sosial budaya, serta hukum dan kelembagaan, maka Tim Terpadu merekomendasikan perubahan fungsi sebagian kawasan Cagar Alam Kawah Kamojang seluas ± 2.391 hektare dan sebagian Cagar Alam Gunung Papandayan seluas ± 1.991 hektare menjadi Taman Wisata Alam yang terletak di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.

 Sebagai tindak lanjut perubahan fungsi tersebut, pihaknya juga akan melakukan langkah-langkah manajemen kawasan sebagai berikut:

a)     Terhadap kawasan yang terdegradasi akan dilakukan pemulihan ekosistem seluas 180 hektare di TWA Gunung Papandayan dan 632 hektare di TWA Kawah Kamojang sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 48/2014 dan Peraturan Direktur Jenderal KSDAE Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kemitraan Konservasi. 

b)     Meningkatkan upaya konservasi macan tutul, owa jawa dan elang jawa melalui kegiatan monitoring populasi, pembinaan populasi dan habitat, penangkaran, pendidikan konservasi dan lain-lain.

 c)      Pembinaan pemanfaatan air oleh masyarakat di dalam cagar alam yang telah berubah fungsi menjadi taman wisata alam, sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 64/2008 tentang Pemanfaatan Air dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

d)     Pengelolaan wisata alam oleh masyarakat di dalam cagar alam yang telah berubah fungsi menjadi taman wisata alam, diakomodir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam.

 e)     Pemanfaatan panas bumi, yang merupakan energi bersih dan terbarukan memerlukan kondisi hutan yang utuh, diakomodir dalam UU Nomor 21/2014 tentang Panas Bumi dan Permen LHK Nomor 46/2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada kawasan Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya. Pemanfaatan panas bumi sebagai energi terbarukan untuk kawasan Kamojang berpotensi untuk berkontribusi pada penurunan emisi sebesar 1,2 juta ton CO2 per tahun sedangkan di kawasan Gunung Papandayan sebesar 1,4 juta ton CO2 per tahun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper