Bisnis.com, BOGOR - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengklaim bahwa hasil produksi dari skema perhutanan sosial sudah banyak diserap oleh berbagai perusahaan.
Bambang Supriyanto, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK, menyebutkan offtaker hasil produksi perhutanan sosial datang dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan beberapa perusahaan swasta.
“Kalau BUMN, itu [di antaranya] ada Perhutani, Bulog, Perindo dan RNI,” ujarnya saat ditemui di Bogor, Selasa (26/2/2019).
Kemudian dari perusahaan swasta Bambang menyebutkan Kacang Garuda (PT GarudaFood PT GarudaFood Putra Putri Jaya), Carrefour, Nestle dan IDH Sustainable Trade Initiative.
“[Penyerapan hasil produksinya] besar untuk perhutanan sosial, saya contohkan di Lumajang namanya LMDH Wono Lestari dia punya 804 ekor sapi, rata-rata setiap hari hasil susu perahnya sekitar 5.200 liter sapi, harga [susunya] Rp5.300 per liter diambil Nestle itu, hasilnya sekitar Rp27 per hari,” jelasnya.
Bambang menjelaskan LMDH Wono Lestari yang berisikan 367 anggota diberikan akses perhutanan sosial seluas 940 hektare. Jenis usaha yang dilakukan oleh mereka adalah penanaman pisang kirana, kayu sengon, talas, peternakan sapi dan penanaman rumput gajah/odot untuk pakan sapi.
Penghasilan kelompok tani ini terbagi menjadi tiga skema, yakni skema penghasilan 5 tahunan dari kayu sengon di mana offtakernya adalah PT Perhutani.
Kemudian penghasilan mingguan dari komoditas pisang kirana yang offtakernya adalah PT Sewu Segar Nusantara (Sunpride), dan talas yang diserap oleh PT Maxindo Karya Anugerah.
“Pisang kirana yang diambil oleh Carrefour dan PT Sewu Segar Nusantara [Sunpride] itu hasil panennya 2,5 ton per minggu. Harga per 1 kilogramnya itu Rp6.300 jadi kalau ditotal sekitar Rp15,7 juta itu pendapatan mereka dalam satu minggu,” jelas Bambang.