Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap pemerintah menyediakan lahan baru untuk perkebunan masyarakat atau plasma.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan pemerintah yang seharusnya menyediakan lahan baru untuk dijadikan kebun plasma atas konsekuensi Permentan No. 98 tahun 2013.
Beleid tersebut mengatur bahwa Perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) dengan luas 250 hektare atau lebih, wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar (perkebunan plasma) paling rendah seluas 20% dari total luas area kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
"Sebenarnya kebijakan 20% itu baru meskipun sebelum dibuat pengusaha ada yang sudah melakukan. Tapi sebelum itu diatur kan tidak ada kewajiban mengalokasikan. Usaha perkebunan tidak mungkin jalan kalau tidak sesuai perundangan [sebelum Permentan ditetapkan]," katanya kepada Bisnis, Selasa (19/2).
Di sisi lain pelaku usaha, sebutnya, kesulitan kalau harus membuka lahan baru untuk dialokasikan kepada masyarakat. Pasalnya ada kebijakan moratorium yang menahan pembukaan areal baru.
"Mestinya kewajiban itu pemerintah yang sediakan lahan untuk plasma. Ini yang kami harapkan mestinya ada tambahan lahan sehingga pengusaha bisa lakukan ijin itu karena sebelumnya kan tidak ada aturan seperti itu yang baru itu," tegasnya.
Seharusnya, kata Mukti, ada aturan peralihan yang mengakomodir kebun lama yang berjalan sebelum peraturan tersebut diterbitkan.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian memperingatkan bagi pelaku usaha yang belum mengalokasikan minimal 20% dari total luas area kebun yang diusahakan oleh perusahaan. Maka akan mendapatkan sanksi pencabutan izin usaha.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian Dedi Junaedi akan menertibkan pelaku usaha yang belum mengalokasikan 20% lahan kepada masyarakat.
"Bila yang tidak memenuhi Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya [IUP-B] akan dicabut," tegasnya. Dedi mengatakan ada perusahaan yang izinnya telah dicabut tapi tidak serta merta karena belum menyanggupi alokasi 20% melainkan ada hal lain yang dilanggar.
"Sudah ada yang [dicabut] karena belum memfasilitasi kebun masyarakat dan ada beberapa item lain di Pasal 40 yang tidak dipenuhi perusahaan," pungkasnya.