Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian ESDM menyatakan masih mengevaluasi permohonan rekomendasi izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PTAMNT).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan evaluasi dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dia menyatakan evaluasi akan dirampungkan secepatnya.
Ada 11 persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan rekomendasi ekspor mineral yang belum dimurnikan, termasuk konsentrat tembaga. Setelah itu, pemegang rekomendasi baru bisa mendapatkan izin ekspor dari Kementerian Perdagangan.
Setidaknya ada dua syarat utama. Pertama, perusahaan pemohon rekomendasi harus berstatus Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP Khusus (IUPK). Kedua, perusahaan yang bersangkutan harus membangun smelter di dalam negeri.
Untuk smelter, kemajuan fisik pembangunan smelter yang harus dicapai perusahaan minimal 90% dari target per periode evaluasi yakni enam bulan. Jika tidak tercapai, maka rekomendasinya akan dicabut. "Masih dievaluasi semua persyaratannya. Nanti kita lihat," ujarnya, Selasa (19/2/2019).
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saifulhak menjelaskan khusus untuk PTFI, proses evaluasi mencakup perubahan rencana kerja. Sebelumnya, PTFI berencana untuk membangun smelter bersama PTAMNT.
Meskipun masih belum mengungkapkan berapa kuota yang diajukan oleh PTFI, Yunus menyatakan permintaannya lebih rendah dibandingkan dengan kuota sebelumnya yang mencapai 1,25 juta ton.
Pasalnya, produksi PTFI akan anjlok mulai tahun ini karena tengah dalam masa transisi dari penambangan terbuka ke penambangan bawah tanah. Pasokan untuk dalam negeri diperkirakan tetap, sehingga akan memangkas porsi ekspor.
Pada tahun ini, produksi konsentrat tembaga Freeport Indonesia diperkirakan hanya sekitar 1,2 juta ton saja, jauh dari realisasi tahun lalu sekitar 2,1 juta ton.
Sebanyak 1 juta ton akan dipasok ke PT Smelting di Gresik, sehingga tersisa sekitar 200.000 ton untuk diekspor. "Yang diekspor lebih sedikit dari yang lalu. Lebih banyak untuk kebutuhan PT Smelting," tuturnya.
Adapun, untuk PTAMNT, akan ada penurunan produksi tahun ini karena ada beberapa penyesuaian dalam operasional tambang.
Presiden Direktur PTAMNT Rachmat Makkasau menyatakan meskipun akan menurunkan tingkat produksi sementara, proses penambangan ke depan diyakini akan lebih efisien.
Adapun perusahaan yang beroperasi di Nusa Tenggara Barat tersebut telah mengajukan kuota ekspor konsentrat tembaga untuk periode Februari 2019-Februari 2020 sebanyak 336.000 ton. Pada periode sebelumnya, PTAMNT mengantongi kuota ekspor sebanyak 450.826 ton konsentrat tembaga.