Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) meminta agar tarif tol Trans-Jawa bisa turun minimal 20% supaya angkutan barang menggunakan truk dapat melalui jalan tol baru tersebut.
Wakil Ketua Umum Aptrindo Nofrisel menuturkan secara hitung-hitungan usahanya, tarif tol Trans-Jawa tidak masuk dalam skema biayanya sehingga apabila menggunakan tol biaya yang dikeluarkan pengusaha membengkak.
"Kmi dengan komponen seperti itu, maka merasakan adanya implikasi biaya yang naik di struktur biaya kita. Jadi mengaturnya itu tidak bisa, karena kita merasa bahwa komponen tol cukup signifikan pengaruhnya terhadap struktur biaya," terangnya, Rabu (6/2/2019).
Dia berharap agar tarif tol tersebut dipertimbangkan untuk disesuaikan kembali minimal terjadi pengurangan sebanyak 20% dari tarif berlaku saat ini. Sementara itu, Aptrindo dan pengusaha truk lainnya lebih memilih melalui jalur pantai utara (Pantura).
Nofrisel menjelaskan akan menyiapkan kajian mengenai tarif tol tersebut dan akan segera menyampaikannya kepada Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT).
Menurut perhitungan, imbuhnya, tarif tol berdampak cukup signifikan. Tarif tol hampir Rp1 juta belum termasuk biaya bahan bakar dan pengemudinya.
"Saya tidak punya ukurannya, tapi bisa kita bandingkan kalau selama ini Rp500.000-Rp600.000, sekarang Rp1 juta lebih, [biaya] dua kali lipat," ungkapnya.
Dia mengatakan struktur biaya logistik dalam moda transportasi itu yang termahal udara, disusul darat, Kereta Api, dan jalur laut.
Selain membangun tol untuk membangun logistik, Nofrisel mengkritisi harus juga diiringi dengan ketersediaan barang, sehingga tidak hanya tol yang menjadi penting. Sebab, begitu barangnya terbatas, maka struktur biaya menjadi sangat mahal.
Dia bercerita sudah menyampaikan keluhannya kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, dan lanjutnya pemerintah akan menanggapi dengan pertemuan lanjutan.
"Buat kita, semua barang kan akan ke darat, mau lewat udara, laut, KA, ujungnya di darat. Biaya kita berkontribusi 39% dari total logistik untuk darat, jadi kalau bisa menurunkan tarif pengaruhnya besar sekali," jelasnya.
Selain itu, dia menilai selain tol, Integrasi logistik antar moda menjadi salah satu tantangan di sektor logistik. Saat ini lanjutnya, transportasi intermoda secara sistem tidak terkoneksi dengan baik.
Dia mencontohkan saat mengirim barang dan turun di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng atau pelabuhan itu tidak terkoneksi secara langsung, sehingga perlu ada pengurusan administrasi lagi.
"Atau hanya 2 dari 4 moda yang bisa disambungkan, kereta api dengan mobil tidak bisa, kereta api dengan truk tidak bisa, kereta api dengan bandara di beberapa tempat tidak ada. Indonesia baru [Bandara] Kualanamu yang menyambung," tuturnya.