Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Chatib Basri: Jika Pertumbuhan Ekonomi Stagnan di 5%, RI akan Tua sebelum Kaya

Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini melansir data bahwa pertumbuhan ekonomi sejak 2014 ra-rata bertengger di kisaran 5%, yang oleh ekonom Chatib Basri dikhawatirkan Indonesia akan menjadi tua sebelum kaya jika terus begini hingga 2060.
Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi 5,17% selama 2018. Data: BPS
Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi 5,17% selama 2018. Data: BPS

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini melansir data bahwa pertumbuhan ekonomi sejak 2014 ra-rata bertengger di kisaran 5%, yang oleh ekonom Chatib Basri dikhawatirkan Indonesia akan menjadi tua sebelum kaya jika terus begini hingga 2060.

Skenario itu muncul dalam cuitan akun twitter @ChatibBasri hari ini, Rabu (6/2/2019).

“Tentu tantanganya adalah bagaimana mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Kita tak bisa terus menerus tumbuh hanya 5%. Tahun 2060 Indonesia akan masuk dalam aging population. Jika terus tumbuh hanya 5%, maka ada resiko kita tua sebelum kaya,” tulis twitter itu.

Chatib Basri sebenarnya membahas rasio utang terhadap PDB (produk domestik bruto) dalam cuitan di twitternya.

Chatib Basri: Jika Pertumbuhan Ekonomi Stagnan di 5%, RI akan Tua sebelum Kaya

Menurut dia, rasio utang terhadap PDB yang saat ini mencapai 29% masih masuk kategori aman. Chatib Basri justru menyoroti angka pertumbuhan ekonomi yang saat ini bertengger di kisaran 5%.

Dalam konteks itulah kemudian Chatib Basri melontarkan istilah menjadi tua sebelum kaya.

Berdasarkan data BPS, dalam lima tahun terakhir selama 2014-2018, angka pertumbuhan ekonomi secara berturut-turut adalah 5,01%, 4,88%, 5,03%, 5,07%, dan 5,17%.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menilai net ekspor yang turun 0,99% sepanjang 2018 menjadi sandungan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk mencapai target 5,2%. 

Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,17% didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,05% dibandingkan 4,94% oada 2017.

Adapun, ekspor di dalam struktur PDB mengalami penurunan menjadi 6,48% dibandingkan 8,91% pada tahun 2017. Net ekspor yang minus ini menjadi hambatan bagi pertumbuhan.

"Ke depannya kami berharap implementasi dari kebijakan mendorong ekspor, termasuk B20 ke depannya menjadi lebih bagus," ujar Suhariyanto, Rabu (6/2/2019).

Dia melihat upaya untuk mengenjot ekspor ini cukup memakan waktu, tetapi harus dimulai saat ini dengan mendorong daya saing industri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sutarno
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper