Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian mengusulkan impor daging ruminansia seperti sapi dan kerbau tahun depan berada di kisaran 287.976 ton.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi memperkirakan defisit daging ruminansia tahun depan sebanyak 256.868 ton. Pasalnya kebutuhan diperkirakan mencapai 686.270 ton sementara target produksi daging ruminansia 2019 sama dengan 2018 yakni 429.412 ton.
Kami telah mengajukan usulan 287.976 ton untuk mengimpor kebutuhan konsumsi kebutuhan daging ruminansia sebesar 256.868 ton, tapi ini baru usulan dari rapat koordinasi teknis yaitu antara eselon 1. Belum sampai ketuk palu, kalau rapat koordinasi terbatas itu levelnya Menteri,” katanya, di sela-sela acara Bincang Asyik Pertanian Indonesia, Jum’at (28/12).
Agung memerinci kemungkinan impor ruminansia sebagai berikut 600.000 ekor sapi bakalan, 88.000 ton daging sapi beku, dan 80.000 ton daging kerbau beku. Menurutnya, opsi impor tidak dapat terhindari karena produksi dalam negeri masih sedikit.
Dia menambahkan, meskipun produksi sudah mulai digenjot melalui program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) yang telah menghasilkan 1,3 juta ekor anak sapi (pedet) selama Januari—Oktober 2018, tidak berarti pasokan daging di pasaran serta-merta bertambah.
“Pengadaan dalam negeri masih tipis karena pedet lahir dari upsus siwab belum bisa dipotong, baru dua tahun lagi bisa dipotong,” kata Agung.
Rencananya, selisih surplus impor antara defisit dengan pengajuan sebesar 31.108 ton akan digunakan untuk menambal stok awal 2020. Namun, hal ini masih perlu evaluasi untuk dikaji lebih dalam.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pengolahan Makanan dan Industri Peternakan Juan Permata Adoe mengatakan kebutuhan impor sapi bakalan pada 2019 mencapai 575.000 ekor. Kebutuhan tersebut merupakan hasil perkiraan pelaku industri.
Rekomendasi teknis, katanya, sudah dikeluarkan sambil menunggu perjanjian antara Australia dan Indonesia disepakati.
Adapun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan sejauh ini rencana kuota impor yang telah disetujui baru untuk daging kerbau saja yakni 100.000 ton atau sama dengan tahun lalu.
Menurutnya, meskipun realisasi impor pada tahun ini hanya mencapai 80.000 ton, harga daging kerbau yang murah membuat rapat memutuskan impor kerbau tahun depan tetap pada angka yang sama.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf menilai kuota impor tersebut terlalu besar.
Pasalnya, dengan perhitungan meat yield atau produksi daging per sapi hidup sebesar 30%, mengimpor 100.000 ton daging kerbau beku sama dengan menunda pemotongan 1 juta ekor sapi.
Dia juga menjelaskan bahwa seyogyanya total impor tertinggi dari seluruh kebutuhan sepanjang tahun adalah 10%, di mana kebutuhan impor 10% tersebut dipenuhi dengan perbandingan 2 bagian impor hewan hidup dan 1 bagian impor dalam bentuk daging.
“Dari kebutuhan impor tersebut, berdasarkan pola perhitungan ideal, impor daging beku tertinggi seharusnya ada di kisaran angka 56.000 ton,” jelas Rochadi kepada Bisnis.
Lebih lanjut, impor daging kerbau beku yang dinilai berlebihan juga dinilai berpotensi menyurutkan minat para peternak lantaran harga yang harus bersaing. Padahal, menurutnya, harga merupakan insentif terbaik untuk menumbuhkan produksi dalam negeri.