Bisnis.com, JAKARTA - Dengan suksesnya penetrasi platform e-commerce menjadi gaya hidup di Indonesia melalui berbagai festival belanja, aspek logistik menjadi faktor kunci pendukung bertumbuh kembangnya skala industri e-commerce.
Apalagi industri yang satu ini memang sedang mengalami puncak pertumbuhan sepanjang 2018 ini. Dalam acara Harbolnas 2018 kemarin saja misalnya, masalah pengiriman barang pesanan yang tertunda banyak dikeluhkan para konsumen di media sosial.
Bahkan, penjual di lapak online yang notabenenya bukan ecommerce pun kena imbasnya. Mereka ramai-ramai mengumumkan keterlambatan pengiriman barang di jasa kurir karena overload logistik. Keluhan pembeli harus diterima, sementara kewenangan bukan di tangan mereka.
Pelaku ecommerce juga mengerahkan semaksimal mungkin jumlah kurir yang ada selama program Harbolnas berlangsung.
“Di Jabodetabek, kami memiliki lebih dari 35 drop point dimana barang dari gudang disalurkan melalui drop point yang kemudian dijemput oleh para kurir kami yang langsung membawa pesanan ke tangan pelanggan. Selama Harbolnas ini kami mengaktifkan seluruh titik pengepul kami selama 24 jam. Ini wujud komitmen kami kepada pelanggan, mohon maaf kalau masih belum memenuhi ekspektasi,” ujar Teddy Arifianto Head of Corporate Communications dan Public Affairs JD.ID
Melonjaknya lalu lintas pesanan barang di semua e-commerce di hari-hari istimewa seperti 11.11, dan 12.12 kemarin disinyalir menjadi penyebab ketidaksesuaian antara ekspektasi pelanggan dan waktu antar yang dijanjikan.
Karena itu menurut Teddy perlu dipikirkan ke depannya mengenai utilitas teknologi dan yang tak kalah penting adalah pemahaman pelanggan mengenai proses di balik industri logistik mulai dari pesanan diterima hingga pengantaran barang ke tangan pelanggan.
Aulia E. Marinto, mantan Ketua Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) pada Agustus 2017 lalu pernah mengatakan untuk meningkatkan ketepatan waktu pengiriman. Aulia menyebutkan perlunya kerjasama dan integrasi dari pengelola transportasi, penyedia jasa angkutan, dan pihak terkait.
Semuanya itu menjadi pekerjaaan rumah yang diperlukan untuk membuat Indonesia menjadi salah satu kekuatan e-commerce di kawasan Asia Pasifik. Indonesia ditaksir memiliki potensi ekonomi berbasis elektronik sebesar US$130 miliar sampai 2020.
Apalagi, dengan bentuk negara kepulauan yang terbentang sepanjang lebih dari 13 ribu kilometer dari ujung barat ke timur, bukanlah mudah bagi para pelaku industri logistik tanah air untuk tumbuh dan memberikan layanan terbaik.
Pada medio Agustus 2018 lalu, Bank Dunia atau World Bank membeberkan sejumlah tantangan untuk Indonesia ke depannya menyusul naiknya Logistics Performance Index (LPI) 2018 ke urutan 46 dengan skor 3,15, atau naik 17 peringkat dari dua tahun sebelumnya yang berada diposisi ke-63 dengan skor 2,98 se-dunia.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai industri logistik menghadapi sejumlah tantangan di era Revolusi Industri 4.0. Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, industri logistik diharapkan bisa memanfaatkan hal tersebut agar bisnisnya tetap bisa bertahan.