Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sinkronisasi Dengan Pemda Dinilai Penting Demi Kurangi Emisi Karbondioksida

Optimalisasi dan sinkronisasi penerapan program pengendalian perubahan iklim antara pemerintah pusat dan daerah dinilai penting demi mencapai target pengurangan emisi karbondioksida.
Petugas melakukan pemeriksaan kadar karbondioksida dalam paru-paru, saat uji pemeriksaan kesehatan sopir bus dan kendaraan di Terminal Tirtonadi Solo, Rabu (8/8). Pemeriksaan laik jalan kendaraan dan sopir bus dilakukan rutin sebagai persiapan arus mudik dan arus balik Lebaran. /Bisnis.com
Petugas melakukan pemeriksaan kadar karbondioksida dalam paru-paru, saat uji pemeriksaan kesehatan sopir bus dan kendaraan di Terminal Tirtonadi Solo, Rabu (8/8). Pemeriksaan laik jalan kendaraan dan sopir bus dilakukan rutin sebagai persiapan arus mudik dan arus balik Lebaran. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Optimalisasi dan sinkronisasi penerapan program pengendalian perubahan iklim antara pemerintah pusat dan daerah dinilai penting  demi mencapai target pengurangan emisi karbondioksida.

Untuk menjawab tantangan pengendalian iklim dengan penurunan emisi gas rumah kaca 29% pada 2030 sesuai ke, Indonesia perlu mengoptimalisasi dan sinkronisasi implementasi program dengan pemerintah daerah.

Ketua National Focus Point of Indonesia for United Nations Convention on Climate Change (UNFCCC) Nur Masripatin menyebut untuk mengawal reduksi emisi karbondioksida sejak 2020, dan mencapai penurunan emisi 29% sampai 2030, Indonesia harus memperbaiki implementasi program perubahan iklim di pemerintah daerah.

“Implementasi ini harus didistribusikan ke daerah, karena ada kehutanan yang mana kewenangannya juga sampai ke provinsi, kalau mau sampai konservasinya, atau ada usaha kalau itu hutan lindung, semua ada di provinsi,” jelas Nur, Rabu (19/12/2018).

Selaku penasehat dari Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIKI), Nur menyatakan Indonesia mengutamakan program capacity building dan implementasinya di setiap instansi terkait. Salah satu yang utama tentang proses transparansi di pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Hal ini berkaitan juga dengan keinginan untuk menyabet pendanaan dari luar negeri atas hasil penerapan strategi implementasi target atau Nationally Determined Contributions (NDC) pengendalian iklim.

‘Kita perlu menyusun transparansi itu paling lambat 2024. Sebelum itu juga sudah harus bisa. Kemudian menyusun NDC yang kedua, harapannya 2020 itu selesai dan terelaborasi dengan detail,” tutur Nur.

Saat ini untuk pencapaian sejumlah program sesuai Paris Agreement atau Kesepakatan Paris masih membutuhkan anggaran.

Adapun anggaran itu masih dalam proses penyusunan oleh Direktorat Jenderal Peralihan Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) dan Kementerian Keuangan.

Nur menyatakan tidak ada acuan atau prediksi anggaran untuk NDC. Alasannya, setiap negara di dunia memiliki karakter yang berbeda dan porsi yang berbeda untuk pengendalian iklim.

Pada kesempatan itu, Nur juga mengaku prihatin dengan keputusan sejumlah negara maju keluar dari Kesepakatan Paris, salah satunya Amerika Serikat.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua APIK Indonesia Network Mahawan Karuniasa menyatakan untuk mengoptimalisasi NDC di pemerintah daerah, tidak hanya sebatas transparansi dan anggaran. Menurut Mahawan, capacity building itu harus dirumuskan sebagai satu kebijakan di Indonesia.

"Pemerintah kita harus dominan, dan membawa rencana pembangunan di lapangan nanti jadi satu kegiatan. Dalam proses ini ada proses politik, dalam konteks itu sesuai implememtasi NDC 1, yaitu adalah membangun kesadaran. Ini yang mau kita dorong mereka di legislatif soal bagaimana kegiatan dari penyusunan ada anggaran dan jadi kegiatan,” ujar Mahawan.

Selain itu dia juga masih menemukan adanya ketidaksinkronan antar instansi dalam mewujudkan komitmen Kesepakatan Paris. Padahal pengendalian iklim tidak hanya menjadi tugas KLHK, tetapi juga Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian ESDM. Hal ini mengingat energi fosil batubara menjadi penyumbang karbondioksida yang tinggi.

“Target NDC kita sampaikan ke energi katanya kami pertimbangkan dulu. Menteri Jonan juga menyatakan kami angkat tangan target 2025. Maka itu ini bukan kepentingn kita tapi untuk global kami dorong APIKI masuk ke kantor kementerian dan KSP dan pusat eksekutif lain sehingga isu ini bisa lepas sebagai isu sektoral, dan jadi perhatian Kemenko Perekonomian,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper