Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Kedelai dari AS Diprediksi Tumbuh 3% pada 2019

Permintaan kedelai oleh Indonesia dari Amerika Serikat (AS) pada 2019 diproyeksikan tumbuh hingga 3% dari tahun ini.
Pekerja melakukan proses pengolahan kedelai di salah satu pabrik di Jakarta, Selasa (13/3/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pengolahan kedelai di salah satu pabrik di Jakarta, Selasa (13/3/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Permintaan kedelai oleh Indonesia dari Amerika Serikat (AS) pada 2019 diproyeksikan tumbuh hingga 3% dari tahun ini.

Regional Director United States Soybean Export Council (USSEC) Timothy Loh mengatakan, proyeksi tersebut didasarkan kepada potensi kenaikan permintaan pada produk olahan kedelai seperti tahu dan tempe pada tahun depan.

Dia juga melihat adanya pertumbuhan yang menjanjikan dari industri lain seperti di sektor minuman dan bumbu masak yang bahan dasarnya kedelai.

“Industri yang bergerak di sektor minuman berbahan baku kedelai akan terus tumbuh. Selain itu, biasanya setelah tahun ini sedikit turun permintaannya, pada tahun berikutnya akan kembali tumbuh secara signifikan,” ujarnya, Senin (17/12/2018). 

Dia mengatakan, impor kedelai Indonesia dari AS pada tahun ini akan mencapai 2,5 juta ton. Capaian tersebut turun dari 2017 di mana ekspor kedelai AS ke Indonesia sempat menembus 2,7 juta ton.

Sementara itu, untuk harga kedelai pada tahun depan, Loh mengaku belum dapat memberikan prediksinya. Pasalnya, harga komoditas tersebut sangat rentan terpapar oleh kondisi perekonomian global.

“Bisa saja harganya naik lagi dari capaian saat ini, tetapi bisa juga kembali turun. Kami tidak dapat pastikan. Akan tetapi, melihat kondisi perekonomian global yang ada saat ini, harga kedelai masih bisa kembali ke level sebelum perang dagang AS dan China,” lanjutnya.

Kendati demikian, Senior Director Marketing USSEC Paul Burke memastikan, pergerakan harga kedelai global tidak akan terlalu banyak memengaruhi permintaan Indonesia.

Pasalnya, USSEC telah menyiapkan sejumlah upaya untuk mempermudah proses pengiriman sehingga dapat menekan ongkos ekspor kedelai menuju Indonesia.

“Kami pastikan, rantai distribusi kedelai ke Indonesia akan sangat efisien, sehingga apapun yang terjadi di pasar global, tidak akan memberikan tekanan yang besar kepada konsumen kedelai dari Indonesia,” jelasnya.

Adapun, berdasarkan data Chicago Board Of Trade (CBOT) pada Senin (17/12), harga kedelai naik  2,50 poin atau 0,27% menjadi US$916,25 sen/bushel dari hari sebelumnya.

Level harga tersebut masih lebih rendah dari harga tertingginya sepanjang bulan ini yang mencapai US$933,25 sen/bushel.

Harga itu juga masih lebih rendah dari level tertinggi sepanjang tahun ini pada Maret 2018 yang sempat mencapai US$1.071 sen/bushel, sebelum China menyetop impor kedelai dari AS.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syariffuddin mengamini, pertumbuhan konsumsi tahu dan tempe akan tumbuh sekitar 3% pada tahun depan.

Kondisi itu didasarkan kepada momentum pemilihan umum, yang membuat konsumsi masyarakat diprediksi akan naik dibandingkan dengan tahun ini.

Terkait dengan harga kedelai, apabila harga di tingkat global kembali ke level normal seperti sebelum perang dagang AS dan China dimulai, maka para produsen tahu dan tempe akan  melakukan penyesuaian harga.

“Sebab, kedelai produksi lokal harganya masih lebih mahal daripada kedelai impor, terutama dari AS. Produktivitasnya pun lebih rendah daripada kedelai impor. Per 1 kilogram [kg] kedelai lokal ketika dimasak hanya akan berkembang menjadi 1,40 kg, beda dengan kedelai dari AS yang bisa mencapai 1,80 kg,” ujarnya.

Kendati demikian, dia percaya harga kedelai impor dari Negeri Paman Sam tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan.

Pasalnya, AS masih mengalami kelebihan pasokan kedelai, sehingga kenaikan harga komoditas tersebut tidak akan terlalu tinggi.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper