Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia akan menyuarakan kembali pengendalian volume ekspor karet oleh anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) demi mendongkrak harga komoditas perkebunan tersebut.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, usulan itu akan disampaikan dalam pertemuan ITRC di Putrajaya, Malaysia pada 16 Desember. Adapun, ITRC terdiri dari 3 negara produsen karet terbesar dunia yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
“Intinya kami akan fokus membahas upaya-upaya untuk mengatrol kembali harga karet. Termasuk kemungkinan untuk kembali menerapkan pengurangan volume ekspor karet negara anggota,” jelasnya, Rabu (5/12/2018).
Dia mengatakan, pada kuartal I/2018, anggota ITRC telah mengurangi volume ekspor karet melalui kerangka Agreed Export Tonnage Scheme (AETS). Kala itu, ketiga negara sepakat membatasi ekspor karet sebanyak 350.000 ton hingga Maret 2018.
Dalam pembatasan tersebut, Indonesia mendapatkan jatah untuk memangkas ekspor karetnya hingga 95.190 ton, Thailand 234.810 ton, dan Malaysia 20.000 ton. Namun, upaya tersebut gagal mengerek harga kkaret secara signifikan.
Pasalnya, harga karet di Tokyo Commodity Exchange pada akhir Maret 2018 hanya mencapai 187,86 yen/kg, jauh di bawah harga tertinggi yang pernah dicapai selama 5 tahun terakhir pada Januari 2017 yang menyentuh 295 yen/kg. Sementara itu, harga karet per Rabu (5/12) masih terus tertekan di level 164,60 yen/kg.
“Hasil evaluasi kami beberapa waktu lalu, ada kebocoran dan ketidakpatuhan di tingkat produsen di 3 negara dalam melaksanakan AETS. Untuk itu, pertama-tama kami akan menegaskan pentingnya kepatuhan demi kepentingan bersama produsen karet,” lanjutnya.
Selain itu, menurut Iman, Indonesia akan menyuarakan pentingnya peremajaan perkebunan karet di negara anggota guna meningkatkan kualitas produksi, sehingga dapat membantu mengerek harga komoditas itu.
“Dengan adanya replanting yang masif, kita akan mendapatkan dua keuntungan. Pertama, produksi akan turun sementara waktu sehingga harga bisa naik. Kedua, kualitas karet akan naik karena tidak ada lagi produksi karet dari pohon yang tua-tua saat ini,” jelasnya.
Ketua Umum Dewan Karet Indonesia Azis Pane mengakui kesadaran produsen karet untuk mematuhi kesepakatan AETS masih rendah. Untuk itu, salah satu langkah yang paling mendesak dilakukan oleh ITRC adalah menarik Vietnam untuk masuk ke anggota ITRC.
“Sudah berapa pertemuan ITRC saya hadir, tapi Vietnam selalu menolak masuk ke ITRC secara resmi. Mereka hanya deklarasikan kesediaannya saja, tetapi implementasinya kosong,” katanya.
Saat ini, menurutnya, 3 negara anggota ITRC hanya mampu menguasai pasar karet global sebesar 71%. Namun, pangsa pasar karet yang dikuasai bisa meningkat menjadi 90% apabila Vietnam bergabung dalam ITRC.