Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Harga BBM Bukan Jaminan Atasi Defisit

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bukan jalan yang tepat untuk mengatasi defisit neraca perdagangan migas yang kuartal tiga lalu menyumbang pelebaran defisit transasksi berjalan di angka 3,37% dari PDB.
Petugas melayani pembelian bahan bakar minyak di salah satu SPBU di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Petugas melayani pembelian bahan bakar minyak di salah satu SPBU di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bukan jalan yang tepat untuk mengatasi defisit neraca perdagangan migas yang kuartal tiga lalu menyumbang pelebaran defisit transasksi berjalan di angka 3,37% dari PDB.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan sensitivitas kenaikan harga BBM terhadap sangat rendah. Bahkan menurutnya hal itu justru membuat kontraksi terhadap ekonomi.

"Apa yakin BBM naik, import BBM turun? Sensivitas kenaikan harga thd import BBM rendah," kata Iskandar kepada Bisnis, Minggu (11/11/2018).

Iskandar menjelaskan, saat ini ekonomi dunia termasuk Indonesia sedang diliputi oleh ketidakpastian global. International monetary fund (IMF) memperoyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya 3,7% atau turun dibandingkan proyeksi awal di angka 3,9%.

"Dalam ketidapastian tersebut maka kebijakan paling optimal adalah memberdayakan ekonomi dalam negeri dengan mempertahankan daya beli masyarakat dengan tidak menaikkan harga BBM," jelasnya.

Sebelumnya, defisit transaksi berjalan atau CAD per kuartal III/2018 mencapai US$8,8 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Pelebaran CAD  dipengaruhi oleh kinerja neraca perdagangan, terutama meningkatnya defisit neraca perdagangan migas, yang sampai September lalu peformanya belum menunjukan perbaikan.

Data Bank Indonesia menunjukan bahwa defisit neraca perdagangan migas pada kuartal III/2018 mencapai US $3,5 miliar atau membengkak dibandingkan kuartal II/2018 yang tercatat senilai US$2,7miliar. Angka pembengkakan ini makin besar, jika dibandingkan dengan kuartal tiga tahun sebelumnya yang berada di kisaran US$1,3 miliar.

Neraca perdagangan migas yang defisitnya mencapai US$3,5 miliar itu juga yang paling besar selama tiga tahun belakangan. Penyebab peningkatan defisit yakni karena naiknya impor migas dan kenaikan harga minyak mentah dunia yang sempat bergerak di atas US$70 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper