Bisnis.com, JAKARTA - Sinergi dan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dinilai menjadi kunci untuk mencapai target pengurangan, dan penghapusan merkuri di Indonesia.
Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun (PB3) Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 KLHK Yun Insiani menjelaskan bahwa merkuri dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Alat kesehatan, baterai, kosmetik, lampu fluorescent merupakan sejumlah produk yang menggunakan merkuri.
"Meski begitu, sumber emisi dan lepasan merkuri terbesar berasal dari kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil atau PESK, pembangkit listrik berbahan bakar batubara, dan proses produksi semen," ujar Yun seperti dikutio dari keterangan resmi, Selasa (23/10/2018).
Lebih lanjut, Yun Insiani mengungkapkan efek negatif akibat penggunaan merkuri ini telah menjadi perhatian banyak negara. Oleh karena itu, perlu dirumuskan strategi pengelolaan dan penanganan merkuri secara global.
Organisasi PBB di bidang lingkungan hidup, UN Environment, menyatakan bahwa tidak kurang 9.000 ton merkuri lepas ke atmosfer, air, dan tanah.
Sebagai respon masyarakat internasional atas kondisi ini, lahirlah Konvensi Minamata. Hingga pertengahan 2018, setidaknya 98 negara telah meratifikasi konvensi ini. Konvensi Minamata melarang adanya pertambangan primer merkuri, mengatur perdagangan, membatasi,hingga menghapuskan penggunaan merkuri. Selain itu, diatur pula mengenai pengendalian emisi dan lepasan merkuri, serta pengelolaan limbah merkuri ramah lingkungan.
Pada 19-23 November 2018 mendatang, delegasi dari seluruh negara akan menghadiri pertemuan The Second Meeting of the Conference of the Parties to the Minamata Convention on Mercury (COP 2), di Jenewa, Swiss. Indonesia, sebagai salah satu Negara Pihak, juga akan mengirimkan delegasi yang terdiri dari perwakilan Kementerian/Lembaga terkait.
"COP 2 tentang merkuri ini menjadi ajang bagi Indonesia untuk menunjukkan dan mempromosikan pencapaian serta peran positif kebijakan nasional dalam pengurangan dan penghapusan merkuri," katanya.