Bisnis.com, NUSA DUA -- International Monetary Fund (IMF) meluncurkan laporan stabilitas finansial global pada Annual Meeting IMF-World Bank Group 2018. Dalam laporannya, IMF menyoroti naiknya kekhawatiran tentang pasar negara berkembang yang dapat menyebabkan arus modal keluar lebih besar.
Direktur Moneter dan Pasar Modal IMF Tobias Adrian menjelaskan setidaknya ada empat kekhawatiran utama yang dapat menyebabkan arus modal keluar lebih tinggi. Pertama, tingkat utang yang dipegang oleh pemerintah, perusahaan, dan rumah tangga kelas atas yang terus meningkat.
"Total utang sektor-sektor tersebut di 29 negara utama dengan sistem keuangan besar telah tumbuh hingga sekitar 250% dari PDB gabungan," tuturnya saat konferensi pers di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/10/2018).
Kedua, pasar negara berkembang dan ekonomi berpenghasilan rendah telah meningkatkan pinjaman mereka dari negara lain. Menurut Adrian, negara-negara tersebut rentan terhadap tekanan aliran modal lebih lanjut ketika mereka memiliki pinjaman besar.
Hal ini terjadi ketika mereka tidak memiliki bantalan modal yang memadai atau ketika mereka tidak memiliki basis investor domestik yang kuat.
"Arus Modal Baru pada analisis risiko menunjukkan bahwa dalam jangka menengah, ada risiko negatif atau probabilitas 5% bahwa pasar negara berkembang dapat menghadapi arus keluar portofolio utang sekitar US$100 miliar selama periode empat kuartal. Itu akan menjadi pembalikan signifikan dari tren yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir," jelasnya.
Ketiga, valuasi aset membentang di beberapa pasar, spread obligasi korporasi tertekan secara global. Valuasi di pasar ekuitas AS meningkat dan beberapa pasar perumahan, terutama di beberapa kota global yang berfungsi sebagai pusat keuangan dunia, meningkat signifikan.
Keempat, bank lebih kuat dibandingkan saat krisis keuangan global tapi mereka masih menghadapi beberapa tantangan.
"Bank telah meningkatkan modal dan likuiditas mereka, tetapi banyak bank tetap rentan karena pinjaman kepada peminjam berutang sangat tinggi, kepemilikan aset tidak likuid dan buram, atau ketergantungan pada pendanaan mata uang asing yang rapuh," terang Adrian.
Dia menegaskan sekaranglah saatnya untuk mengambil lebih banyak langkah proaktif demi menjaga stabilitas keuangan.