Bisnis.com, JAKARTA — Industri pengolahan kakao memperkirakan dampak gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, sebagai produsen terbesar di Tanah Air, tidak terlalu signifikan terhadap pasokan baku. Apabila kurang, pengusaha akan menambah impor komoditas itu dari Afrika.
Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), mengatakan Sulawesi Tengah memang merupakan wilayah produsen kakao terbesar di Indonesia.
Namun, karena kerusakan parah akibat gempa dan tsunami terjadi di Palu dan Donggala, dia menilai pengaruh bencana tersebut terhadap pasokan bahan baku tidak terlalu besar.
Pasalnya, beberapa pusat produksi kakao di Sulawesi Tengah antara lain Paringi Mountong, Poso, Donggala, Sigi Biromaru, dan Banggai.
“Ada pengaruh karena Sulawesi Tengah merupakan produsen kakao terbesar Indonesia, tetapi karena kerusakan parah akibat gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, seharusnya pengaruhnya tidak terlalu besar,” ujarnya, Jumat (5/10/2018).
Sentra produksi kakao di Indonesia terdiri dari tujuh provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Lampung, dan Aceh.
Namun, Sindra menambahkan bahwa apabila hingga akhir tahun ini pasokan lokal berkurang, produsen olahan kakao bakal menambah impor dari Afrika. Pada tahun lalu, produksi kakao dalam negeri hanya 260.000 ton, sedangkan kapasitas terpasang industri sebesar 800.000 ton.
Selama periode Januari-Juli 2018, impor biji kakao tercatat sebesar 148.630 ton atau naik 43,8% secara tahunan. Sindra meyakini impor biji kakao pada tahun ini bakal lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.
AIKI memperkirakan hingga akhir tahun ini, impor biji kakao masih terus tumbuh dan mencapai 260.000 ton. Pasokan bahan baku masih menjadi tantangan utama bagi industri pengolahan kakao nasional.