Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Panel Surya Atap Kian Digemari di Indonesia

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andhika Prastawa mengatakan pembangkit listrik rumah atap di Indonesia (PV Roof Top) kian digemari.
Siswa memasang panel surya di atas gedung SMK Prakarya Internasional, Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/5/2018)./JIBI-Rachman
Siswa memasang panel surya di atas gedung SMK Prakarya Internasional, Bandung, Jawa Barat, Rabu (30/5/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, DENPASAR -- Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andhika Prastawa mengatakan pembangkit listrik rumah atap di Indonesia (PV Roof Top) kian digemari.

Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan penjualan sebanyak dua kali lipat sejak November 2017 hingga Maret 2018. Sebagian besar rumah yang telah memiliki PV Roof Top berada di kota besar seperti Jakarta. 

Per November 2017, tercatat ada 200 rumah yang sudah menggunakan PV Roof Top. Pada Maret 2018, jumlahnya meningkat menjadi 400 rumah.

“Kami dari asosiasi ingin mempercepat kenaikannya dari 200 PV Roof Top per tahun menjadi minimal 500 PV Roof Top per tahun,” sebutnya, Kamis (27/9/2018).

Andhika menerangkan pihaknya memang fokus menumbuhkan PV Roof Top di kota-kota besar sebab permintaan kebutuhan listriknya juga besar. Apalagi, rumah-rumah di Jakarta cenderung berdekatan dan padat sehingga memudahkan pengembangan PV Roof Top.

“Kalau Jakarta, satu rumah setidaknya butuh 200 kwh. Kalau yang di luar Pulau Jawa, rumahnya berjauhan dan paling tidak butuh 5 kwh, sehingga ini akan memperlambat pertumbuhannya,” ungkapnya.

Jika PV Roof Top mampu berkembang, maka industri juga diyakini mampu berkembang sehingga akan menambah lapangan pekerjaan. Lantaran perkembangan PV Roof Top di Indonesia belum massif, saat ini panel-panel yang digunakan pun masih diimpor dari luar negeri dengan biaya sekitar Rp16 juta-Rp17 juta.

Meski industri penyedia PV Roof Top ada di Indonesia, tapi jumlah produksinya masih rendah. Tercatat ada sekitar 10 pabrik yang mampu menghasilkan modul surya berkapasitas total 500 mw listrik per tahun atau setara dengan 500.000 keping modul surya.

“Jadi kalau kita ingin menghasilkan listrik 1 kwh berarti beli 5 keping, kalau ingin 2 kwh kita beli 10 keping. Tapi, harga pabrik lokal masih mahal 20% dibanding impor yang kebanyakan dari China,” papar Andhika.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper