Bisnis.com, JAKARTA — Tingkat pengangguran Indonesia diperkirakan terus menurun menjadi 4,7% pada 2019 dari level 5,13% pada 2018, kendati kondisi perekonomian nasional diprediksi masih bergejolak.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, penurunan tingkat pengangguran di Indonesia tiap tahunnya terjadi karena semakin banyak lapangan pekerjaan yang tercipta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun ini tercatat sebesar 5,13%. Pada 2015, TPT mencapai 6,18%, 2016 sebesar 5,61%, dan 2017 turun lagi menjadi 5,50%.
"Melihat tren beberapa tahun kebelakang, maka tingkat pengangguran di Indonesia bisa menurun hanya jadi sebesar 4,7% pada 2019," ujarnya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Menurut penjelasannya, salah satu yang membuat tingkat pengangguran di Indonesia semakin menurun adalah faktor kemudahaan pendaftaran izin usaha.
Pasalnya, pemerintah tengah gencar menjalankan pendaftaran izin usaha melalui sistem daring, sehingga pengusaha semakin mudah mandaftarkan bisnisnya dan semakin cepat pula mereka dapat beraktivitas.
"Ini berdampak pada perusahaan semakin cepat menyerap tenaga kerja formal," katanya.
Selain itu, sambungnya, sejumlah proyek pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang dilakukan pemerintah turut berdampak pada pengurangan tingkat pengangguran. Pasalnya, infrastruktur yang baik semakin memudahkan suatu perusahaaan untuk beroperasi.
Kemudahan perusahaan dalam beroperasi dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan laba korporasi, sehingga iklim bisnis akan semakin kondusif dan berdampak pada pembukaan lapangan kerja serta peningkatan tenaga kerja.
FAKTOR RISIKO
Bagaimanapun, Imelda tak memungkiri kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan sejumlah kebijakan—seperti pajak impor—yang memberatkan pengusaha tetap akan berdampak pada tingkat pengangguran.
Namun, dampak itu tak akan terlalu signifikan apabila pemerintah mengimbanginya dengan membuat proses perizinan usaha lebih mudah, yang dapat berujung pada penurunan tingkat pengangguran.
"Mungkin sampai 2020, sektor tenaga kerja akan sedikit terkena dampak dari gejolak perekonomian, tapi setelah itu akan lebih stabil. Dampaknya lebih pada investasi dan membuka usaha," tutur Imelda.
Sementara itu, pengamat ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak optimistis tingkat pengangguran akan terus menurun meski kondisi ekonomi belum stabil.
Sejumlah infrastruktur yang telah dibangun pemerintah berdampak tumbuhnya investasi usaha yang baru sehingga menyerap tenaga kerja.
"Enggak akan pengaruh karena proyek infrastruktur pemerintah ini berdampak pada munculkan investasi dan usaha baru di Indonesia. Saya kira angka pengangguran ini akan terus turun mulai dari tahun ini dan ke depannya," ujarnya.
Menurutnya, turunnya tingkat pengangguran dalam kurun waktu tiga tahun ini karena pembangunan infrastruktur yang dilakukan Pemerintah secara intensif selama 3 tahun ini yang berdampak baik secara langsung dan tak langsung telah mampu mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
"Meski pembangunan infrastruktur secara langsung telah menyerap cukup banyak penganggur, namun dipahami teknologi yang dipergunakan sudah sangat maju sehingga belum mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja. Dampak tak langsungnya banyak usaha-usaha baru di Indonesia," kata Payaman.
Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan kondisi lapangan angka pengangguran semakin tinggi saat ini karena banyak tenaga kerja kontrak yang tak diperpanjang akibat perekonomian tengah bergejolak.
"Banyak perusahaan yang melakukan efisiensi dengan tak memperpanjang kontrak maupun merekrut karyawan baru," ucapnya.
Said menyoroti besaran tingkat pengangguran menurut BPS karena definisi penggangguran yang tak masuk akal. Pasalnya, orang yang bekerja minimal satu jam dalam seminggu disebut bukan pengangguran.
"Kenaikan anggaran untuk orang miskin di APBN meningkat tajam itu berarti kemiskinan dan angka pengangguran meningkat. Apalagi kalau kita menggunakan standar International Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa orang yang bekerja adalah yang jam kerja nya 8 jam perminggu," terang Said.
Terpisah, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menuturkan salah satu cara untuk menekan angka pengangguran yakni melalui penyelenggaraan job fair.
"Kami berupaya menekan angka pengangguran dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan kerja, serta fasilitasi penempatan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja," ujarnya.
Penurunan jumlah penganggur menunjukkan bahwa jumlah kesempatan kerja yang tercipta lebih besar daripada pertambahan angkatan kerja baru sehingga jumlah pengangguran terbuka pun menjadi berkurang.
Berdasarkan data Kemenaker, Pada 2015 jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 2,88 juta orang, lalu di 2016 sebanyak 2,45 juta orang, dan pada 2017 sebanyak 2,67 juta orang.
"Dalam tiga tahun terakhir kami berhasil membuka 8 juta lapangan pekerjaan baru. Tahun ini, target kami 2,8 juta orang. Target pak Jokowi kan dalam lima tahun dibuka 10 juta lapangan kerja baru dan itu pasti tercapai," ucap Hanif.