Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan aktivis lingkungan berharap kebijakan moratorium izin perkebunan kelapa sawit tidak hanya sekadar kebijakan, tetapi harus terimplementasi dengan baik hingga ke tingkat tapak.
Pada Rabu (19/9/2018), Presiden Joko Widodo meneken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Instruksi dalam beleid itu akan berlaku hingga tiga tahun mendatang.
“Kami mengapresiasi keluarnya kebijakan ini, setelah lama publik menunggu sejak 2016. Inpres ini hanyalah bagian dari perubahan tata kelola perkebunan sawit menuju kondisi lebih baik,” ujar Direktur Eksekutif Sawit Watch Inda Fatinaware dalam keterangan resmi, Jumat (21/9/2018).
Terbitnya Inpres Moratorium Sawit dinilai sebagai momentum yang tepat untuk melakukan perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit seperti mengurai konflik agraria. Pasalnya, menurut dia, jumlah konflik agraria di perkebunan kelapa sawit terus meningkat sepanjang tahun.
“Data kami menunjukkan bahwa telah terjadi sebanyak 750 konflik di perkebunan sawit,” sebut Inda.
Implementasi Inpres Moratorium Sawit pun diharapkan sinergis dengan sejumlah kebijakan lain. Implementasi di tingkat tapak juga harus terlaksana dan terpantau dengan baik agar tidak berhenti dalam ranah kebijakan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Inpres Moratorium Sawit berisi instruksi-instruksi kepada sejumlah menteri dan kepala daerah untuk memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit nasional.
Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Jokowi menginstruksikan untuk menunda pelepasan kawasan hutan atau tukar-menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Selain itu, ada pula perintah kepada Menteri LHK untuk mengidentifikasi perkebunan kelapa sawit yang terindikasi berada dalam kawasan hutan.