Bisnis.com, DENPASAR—PT Pelindo III Cabang Benoa dan PT Angkasa Pura I Bandara I Gusti Ngurah Rai disarankan lebih transparan kepada masyarakat sekitar terkait pembangunan sisi barat bandara dan Pelabuhan Benoa.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Bali Umar Alkhatab menegaskan sosialisasi itu penting agar tidak timbul gejolak. Menurutnya, komunikasi dengan warga bisa meredam potensi terjadinya gejolak sepanjang dijelaskan secara transparan.
“Memang perluasan bandara dan Pelabuhan Benoa menimbulkan persoalan dengan publik. Kami berharap segera diselesaikan karena kurang sosialisasi,” jelasnya, Jumat (21/9/2018).
Khusus di Pelabuhan Benoa, saat ini sedang dilakukan pendalaman alur kolam dari 9 Mean Low Water Springs (MLWS) menjadi 12 MLWS.
Pendalaman kolam alur ini menjadi penting agar kapal cruise ukuran besar sekitar 335 Gross Ton (GT) bisa bersandar di Pelabuhan Benoa. Namun, penataan ini memunculkan gundukan pasir baru di pelabuhan yang dikhawatirkan merugikan nelayan.
Bahkan, sejumlah masyarakat sudah ada yang sempat mendatangi Pelindo III Cabang Benoa untuk mendapatkan penjelasan.
Bandara I Gusti Ngurah Rai saat ini melakukan reklamasi seluas 35,7 hektare. Saat ini reklamasi sudah mencapai 8 hektare. Umar menuturkan, pembangunan oleh kedua BUMN tersebut membuat nelayan kehilangan lokasi untuk menambatkan kapal atau mencari ikan.
“Ke depan akan banyak nelayan menghadapi kerugian akibat berkurangnya volume frekuensi untuk menjaring ikan. Kami harap Pelindo III dan AP I segera mengundang mereka dan memberikan solusi jangka pendek,” paparnya.
Dia mengharapkan kedua pimpinan lembaga memiliki pola kememimpinan yang baik dan kuat dalam mengembangkan dialog dan solusi bagi masyarakat sekitar. Dia menambahkan, normal saja jika pembangunan di dua lokasi tersebut menimbulkan keluhan karena dampaknya dirasakan masyarakat setempat.
Sebelumnya, di sela-sela kunjungan ke lokasi pembangunan di bandara, Kepala Humas Bandara I Gusti Ngurah Rai Arie Ahsanurrohim mengatakan sosialisasi akan segera dilakukan. Ditegaskan Arie, sebenarnya pada April 2018 pihaknya sudah bersurat ke Desa Adat Kuta.
Dari arahan Bendesa Adat Kuta, pihaknya diminta menunggu karena masih ada transisi pemilihan Bendesa Adat. Komunikasi terakhir dengan Lurah Kuta, desa menyambut rencana komunikasi dengan masyarakat setempat.
“Target kami, dua minggu dari sekarang akan komunikasi. Komunikasi terakhir, saya ditunggu beliau untuk bicara teknis mengenai pengaman bandara maupun semua stakeholder di Kuta,” jelasnya.
Dia mengakui adanya kekhawatiran dari nelayan dan komunitas selancar terkait arus laut. Pihaknya menjamin bahwa tujuan pembangunan bandara saat ini untuk memberikan penghidupan layak bagi masyarakat secara berkelanjutan.