Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengendalian Impor Berisiko Ganggu Konsumsi Rumah Tangga, Mengapa?

Langkah pemerintah untuk mengendalikan impor barang konsumsi dan barang modal yang memiliki substitusi dalam negeri berpeluang mengganggu tren positif konsumsi rumah tangga Tanah Air yang terjadi sejak kuartal IV/2017.
Ditjen Bea Cukai Kemenkeu menggelar program penertiban impor berisiko tinggi./Dok. Ditjen Bea Cukai
Ditjen Bea Cukai Kemenkeu menggelar program penertiban impor berisiko tinggi./Dok. Ditjen Bea Cukai

Bisnis.com, JAKARTA — Langkah pemerintah untuk mengendalikan impor barang konsumsi dan barang modal yang memiliki substitusi dalam negeri berpeluang mengganggu tren positif konsumsi rumah tangga Tanah Air yang terjadi sejak kuartal IV/2017.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, salah satu dampak dari kenaikan pajak penghasilan (PPh) impor terhadap barang modal adalah terkereknya ongkos produksi sektor manufaktur. Hal itu, lanjutnya, akan berdampak pada harga jual produk manufaktur yang turut naik.

“Pasalnya, para produsen ketika mengalihkan belanja barang modalnya ke pemasok dari dalam negeri, mereka akan terkendala oleh harga produk substitusi  yang sebenarnya lebih mahal dari produk impor,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (28/8/2018).

Kondisi serupa, menurutnya akan terjadi kepada barang konsumsi yang diimpor langsung dari luar negeri. Menurutnya, kenaikan harga akan menjadi hal yang tidak terhindarkan.

Akibatnya, terangnya, konsumsi rumah tangga akan terpukul setelah mencapai level terbaiknya pada kuartal II/2018 lalu, sejak kuartal II/2015. Apalagi indeks tendensi konsumen pada kuartal III/2018 diprediksi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) akan kembali turun, menjadi 96,99 setelah mencapai 125,43 pada kuartal II/201.

Untuk itu dia mendesak agar pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan kebijakan pengendalian impor melalui kenaikan pajak PPh. Seperti diketahui, jumlah barang yang akan dikendalikan impornya mencapai 900 jenis, yang didasarkan pada daftar barang yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 132/2015 dan PMK 34/2017. (Bisnis, 27/8)

Terlebih, saat ini juga muncul wacana bahwa pemerintah akan menerapkan bea masuk bagi seluruh barang impor melalui e-commerce . Tarif pajak tersebut berkisar pada level 1%-2%. Selain itu, pemerintah juga sedang mengodok perubahan ambang batas bagi nilai barang kiriman impor yang semula US$100 menjadi US$75.

Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi S. Lukman menyatakan, kendati sejumlah barang modal dan bahan baku penolong tersedia di dalam negeri, kenaikan harga jual produk ke konsumen akan tetap terjadi.

Pasalnya, dia melihat, harga bahan baku dan barang modal yang diproduksi di dalm negeri cenderung lebih mahal. Selain itu dia juga meragukan kapasitas produksi yang dimiliki oleh produsen bahan baku penolong dan barang modal dari dalam negeri.

“Harga jual pasti naik, [persentase kenaikannya] tergantung nanti seperti apa pengendalian impornya. Tetapi kami meyakini, selain merugikan produsen, daya beli konsumen juga akan terganggu ketika harga naik,” katanya.

Tanggapan serupa juga disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa. Menurutnya, kebijakan tersebut akan membuat produsen mengalihkan beban produksinya kepada konsumen. Hal itu akan berdampak  pada harga jual yang lebih tinggi.

Kendati demikian, dia mengaku tetap mendukung langkah pemerintah untuk mengenai PPh impor terhadap sejumlah barang dan bea masuk barang kiriman melalui e-commerce.

“Namun yang perlu dipastikan, pemerintah juga memeriksa jalur distribusi dan penjualannya. Kalau yang dikenai PPh dan bea masuk hanya yang melalui e-commerce dalam negeri akan sama aja,” katanya.

Langkah itu diperkirakannya justru akan membuat para pedagang daring mengalihkan distribusi dan penjualannya ke e-commerce milik asing.

Terpisah, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menyebutkan, pemerintah saat ini sedang membuat daftar pedoman pengendalian impor. Melalui pedoman pengendalian impor tersebut, diharapkan langkah menaikkan tarif PPh impor akan menjadi tepat sasaran.

“Intinya bukan pelarangan impor, tetapi pengendalian. Kami inginnya antarkementerian persepsinya seragam untuk menentukan barang mana saja yang dikendalikan impornya,” ujarnya.

Selain itu, dia mengaku belum dapat menyebutkan barang apa saja yang dipastikan akan dikendalikan impornya. Pasalnya, saat ini terdapat sejumlah perbedaan data mengenai produk impor yang dimiliki oleh sejumlah lembaga dan kementerian, seperti Kementerian Keuangan, Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia.

 

Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Periode                       Konsumsi rumah tangga (%)           Indeks tendensi bisnis 

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Kuartal I/2016             4,97                                                     102,89

Kuartal II/2016           5,07                                                     107,93

Kuartal III/2016          5,01                                                     108,22

Kuartal IV/2016          4,99                                                     102,46

Kuartal I/2017             4,94                                                     102,27

Kuartal II/2017           4,95                                                     115,92

Kuartal III/2017          4,93                                                     109,42

Kuartal IV/2017          4,95                                                     107,00

Kuartal I/2018             4,95                                                     103,83

Kuartal II/2018           5,14                                                     125,43

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), diolah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper