Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah mendorong stabilitas ekonomi Indonesia, pengelolaan APBN yang produktif, dan memperkuat koordinasi kebijakan fiskal dan moneter untuk menghadapi tantangan ekonomi global.
“Kerja nyata selama empat tahun ini tidak selalu mudah karena lingkungan ekonomi nasional dan global terus mengalami perubahan yang sangat dinamis. Tantangan demi tantangan kita hadapi, mulai fluktuasi harga komoditas sampai dengan gejolak ekonomi global yang dipicu oleh kebijakan perdagangan dan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat [AS],” katanya dalam Pengantar Nota Keuangan 2019 di Kompleks Gedung Senayan, Kamis (16/8).
Selain itu, pemerintah diakuinya terus konsisten untuk mengendalikan impor, memacu ekspor, dan meningkatkan arus modal masuk dengan menggunakan instrumen fiskal, pemberian insentif.
Pada tahun mendatang, Jokowi menyebut bahwa masih banyak faktor yang akan menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas dan pergerakan nilai tukar Rupiah, baik dari faktor dinamika ekonomi negara maju, termasuk normalisasi kebijakan moneter di AS dan Eropa, serta perkembangan ekonomi China.
“Perlu kita sadari bersama bahwa tantangan ini tidak hanya dialami oleh Rupiah, tetapi juga oleh banyak mata uang global. Nilai tukar Rupiah tahun 2019 diperkirakan berada di kisaran Rp14.400 per dolar Amerika Serikat,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan perdagangan serta kenaikan suku bunga di AS berpengaruh terhadap kondisi keuangan di pasar domestik, termasuk pergerakan suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan. Untuk itu, pemerintah memperkirakan suku bunga SPN 3 bulan tahun depan rata-rata 5,3%.
Selain itu, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Oil Price (ICP) pada tahun depan diperkirakan rata-rata US$70 dolar per barel. Pergerakan ICP mengikuti dinamika harga minyak mentah dunia yang semakin sulit diprediksi.
Pada 2019, beberapa faktor yang diperkirakan memengaruhi harga minyak mentah dunia dan ICP adalah geopolitik global, peningkatan permintaan seiring pemulihan ekonomi global, dan penggunaan energi alternatif.
Lifting minyak bumi pada tahun depan diperkirakan mencapai rata-rata 750.000 barel per hari, sedangkan lifting gas bumi diperkirakan rata-rata 1.25 juta barel setara minyak per hari.
Perkiraan tingkat lifting tersebut didasarkan atas kapasitas produksi dan tingkat penurunan alamiah lapangan-lapangan migas yang ada, penambahan proyek yang akan segera beroperasi, serta rencana kegiatan produksi 2019.