Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mendorong peningkatan usaha budi daya udang windu yang mengalami keterpurukan selama kurang lebih dua tahun terakhir.
Hal ini dilakukan guna memastikan jaminan sistem produksi budidaya berkelanjutan. Keterpurukan ini disinyalir akibat pengelolaan yang mengabaikan prinsip-prinsip budidaya bertanggung jawab.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto pun meyakini produksi udang Windu tahun ini bisa mengalami peningkatan 10% dibandingkan tahun sebelumnya yang diperkirakan berkisar di angka 160.000 ton.
“Tahun ini mungkin ada kenaikan kaerna kita banyak program untuk perbaikan irigasi, program yang berbasis pada masyarakat untuk di wilayah budidaya udang windu seperti di Kalimantan, Sulawesi dan di beberapa daerah yang masih memiliki potensi udang windu,” jelas slamet, Rabu (15/8/2018).
Selain sejumlah program yang dilakukan, permintaan udang windu yang meningkat baik untuk pasar lokal dan ekspor juga menjadi pemicu. Hal ini terlihat dari naiknya permintaan atas benur udang windu. Slamet mencatat, kenaikan permintaan benur dalam skala tinggi terjadi di sejumlah daerah seperti Sulawesi Selatan dan Jawa.
Terkait benih, katanya, KKP mengharuskan agar seluruh pembenihan produksi ikan budidaya termasuk udang tidak lagi mengambil dari alam demi menjaga keberlangsungan populasi dan kelestarian alam. Dia menegaskan pengelolaan budidaya udang windu yang berbasis ekosistem sangatlah penting.
Hal ini juga untuk menjamin ketertelusuran yang kerap menjadi salah satu syarat ekspor komoditas ke negara-negara tujuan guna memastikan bahwa produk tidak terkontaminasi penyakit atau substansi berbahaya lainnya.
Lebih lanjut dia menambahan bahwa prinsip-prinsip sustainable aquaculture menjadi hal mutlak yangharus dipenuhi jika ingin ada usaha budi daya berkelanjutan. Dia menggarisbawahi bahwa kegagalan udang windu pada tahun-tahun lalu tidak boleh terulang lagi.
Oleh karenanya, KKP bersama WWF telah melakukan percontohan implementasi budidaya berbasis ekosistem (Ecosystem Approach for Aquaculture/EAA) di Kabupaten Pinrang dengan menggandeng PT. Bomar sebagai eksportir udang windu, dimana nantinya percontohan ini akan menjadi rujukan bagi penerapan EAA di seluruh Indonesia.
"Saat ini ada image bahwa akuakultur ini menjadi penyebab menurunnya kelestarian sumberdaya ikan. Ini disebabkan karena eksploitasi sumber induk dan benih yang berasal dari alam. Disini saya ingin tegaskan bahwa mulai saat ini eksploitasi sumber induk dan benih dari alam harus dihentikan.
Upaya yang dilakukan yakni mendorong pemuliaan induk melalui breeding program. Saat ini kita memiliki broodstock center khusus udang windu di BBPBAP Jepara dan BPBAP Takalar yang akan didorong untuk menghasilkan induk-induk unggul dan SPF", ungkapnya.
KKP juga memprediksi produksi udang budidaya untuk semua jenis bisa mencapai 700.000 ton tahun ini dari angka sangat sementara realisasi produksi pada 2017 sebesar 642.000 ton.
Dari jumlah ini, udang windu diprediksi akan mencapai sekitar 30% sementara sisanya udang vaname dan jenis udang lainnya.
Udang vaname diprediksi masih akan terus mencetak produksi tertinggi seiring dengan teknik budidayanya yang sudah lebih dikenal dan bervariasi.