Bisnis.com, JAKARTA - Penyusunan Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri ESDM terkait perluasan mandatory penggunaan campuran minyak sawit ke dalam Solar sebesar 20% (B20) ke semua sektor memasuki tahap akhir.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, saat ini pihaknya masih menanti Peraturan Presiden (Perpres) tentang mandatori B20 tersebut ditandatangani.
“Saya lagi cek. Mudah-mudahan kami segera dapat copy-nya,” ujar Rida ketika dihubungi Bisnis, Rabu (15/8/2018).
Perpres tersebut akan mengatur kewajiban penggunaan B20, baik di sektor Public Service Obligation (PSO) maupun non-PSO, akan berlaku mulai 1 September 2018. Nantinya, pelaksanaan teknis program tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri ESDM.
Rida berujar draf Permen dan Kepmen tersebut saat ini sudah dibahas di Biro Hukum Kementerian ESDM.
“Itu sudah tahap akhir sebelum disampaikan kepada Menteri,” katanya.
Selanjutnya, kata Rida, Kementerian ESDM juga masih perlu mengatur kontrak badan usaha BBM dengan badan usaha BBN, serta mekanisme penyaluran B20 untuk mengimplementasikan program tersebut ke semua sektor.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (Biro KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menyampaikan bahwa Presiden akan segera menandatangani Perpres terkait kewajiban penggunaan B20. Perpres ini akan berlaku baik untuk BBM PSO maupun non-PSO.
"Besok (Rabu, 15/8/2018) Pak Presiden tanda tangan Perpres B-20 yang berlaku mulai 1 September, baik PSO maupun non-PSO. Negara bisa menghemat (devisa negara) US$2 miliar untuk tahun ini. Tahun depan akan menghemat US$4 miliar," ujar Agung, Selasa (14/8/2018).
Perluasan mandatori B20 ini merupakan salah satu langkah pemerintah menghemat pendapatan devisa di sektor ESDM.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencatat sejak implementasi program B20 pada 2015 hingga April 2018, tercatat pemanfaatan B20 mampu mengurangi impor minyak jenis Solar hingga 5,88 juta kilo liter. Pengurangan tersebut menghasilkan penghematan devisa negara sebesar Rp30 triliun.
Per tahunnya, program mandatori biodiesel turut berkontribusi mengurangi impor Solar paling tidak 3 juta kilo liter. Sehingga pemerintah bisa menghemat devisa negara hingga Rp14,83 triliun per tahun karena tidak perlu lagi mengimpor bahan bakar jenis Solar sekitar 3 juta kilo liter.
Sementara itu, perluasan mandatori B20 ke seluruh sektor non-PSO diperkirakan akan menambah konsumsi biodiesel sekitar 3 juta kilo liter per tahun.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Andriah Feby Misnah mengatakan, volume Solar nonsubsidi (non-PSO) kurang lebih sekitar 15 juta kilo liter. Bila perluasan ke sektor non-PSO terealisasi maka 20% dari volume tersebut akan digantikan dengan biodiesel
“Jadi sekitar 3 juta kilo liter lah,” ujar Feby.
Penerapan mandatori B20 di sektor PSO, rata-rata menyerap konsumsi biodiesel hingga 3 juta kilo liter. Tahun lalu realisasinya mencapai sekitar 2,68 juta kilo liter.
Menurut data Kementerian ESDM, sepanjang Januari-Mei 2018 total penyaluran biodiesel domestik mencapai 1,159 juta kilo liter. Realisasinya sebesar 94% ke sektor PSO dan pembangkit dan 6% ke sektor non-PSO.
Untuk tahun ini, Feby mengatakan pihaknya belum bisa mengestimasikan penambahan volume biodiesel karena belum diputuskan kapan perluasan B20 diterapkan.
“Nanti tergantung kapan dimulainya,” ujarnya.