Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengeluhkan peraturan Kementerian Pertanian, yang mencabut kewajiban industri untuk melakukan kemitraan dengan usaha kecil dalam menyerap produksi susu domestik.
Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.33/2018 sebagai perubahan kedua dari Permentan No.26/2017. Dalam aturan baru itu, industri pengolahan susu (IPS) tidak lagi diwajibkan menyerap susu produksi peternak lokal.
Deputi Bidang Kelembagaan Kemenkop & UKM Untung Tri Basuki mengatakan, kebijakan tersebut menggambarkan bahwa Kementan kurang memiliki keberpihakan terhadap pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
“Itu kan seharusnya tidak bisa begitu. Seharusnya pemerintah memberikan kesempatan usaha bagi pelaku UMKM, dan undang-undangnya juga ada kok,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (13/8/2018).
Peraturan yang dimaksud termaktub dalam UU No.20/2008 tentang Usaha Kecil dan Menengah. Di dalamnya diatur bahwa pemberdayaan UMKM perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan usaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya.
Menurut Untung, Permentan yang baru tersebut akan membuat posisi tawar industri besar kian tinggi, yang pada akhirnya bisa mematikan UMKM.
“Kita tidak bisa menyerahkan seluruhnya kepada mekanisme pasar, itu bahaya, harus ada perlindungan dari pemerintah," tegasanya.
Menanggapi hal tersebut, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU mengaku sedang menunggu pengajuan program pengganti untuk dapat mendukung produksi susu dalam negeri.
"Kami [KPPU] saat ini menunggu program yang sifatnya sama dengan kemitraan, walaupun itu beda, yang penting ada program yang sifatnya membantu peternak," kata Anggota Komisioner KPPU Kodrat Wibowo.
Meski posisi tawar industri masih sangat kuat, jelasnya, program kemitraan selama ini sudah tepat. Dengan program tersebut KPPU masih bisa melindungi posisi peternak dari sisi perjanjian kemitraannya.
Dia melanjutkan, program kemitraan setidaknya dapat memberikan harapan kepada para peternak bahwa penyerapan produksi susunya akan terjamin. Lagipula, dengan kondisi dimana pemenuhan susu lokal yang masih sedikit dan konsumsi yang selalu meningkat, pemberian kepastian kepada petani adalah hal yang wajar.
"Kemitraan sebenarnya sesuatu yang bagus, maka saya cukup prihatin sebenarnya jika program tersebut dicabut," tuturnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana menjelaskan, 95% susu peternak dipasarkan sebagai bahan baku ke industri pengolahan susu (IPS). Susu segar yang dibeli IPS dijual denga pada kisaran harga Rp5.000—Rp6.000 per liter.
Namun, setelah menjadi produk, baik bubuk maupun cair, susu di pasar dijual dengan harga berkisar Rp15.000–Rp30.000 per liter. "Ini memberikan indikasi bahwa peternak rakyat tidak menikmati nilai tambah," tuturnya.