Bisnis.com, JAKARTA — Setelah berhasil mengembalikan Blok Mahakam ke PT Pertamina (Persero), kini pemerintah memberikan 100% pengelolaan wilayah kerja migas dengan produksi minyak terbesar di Tanah Air, Blok Rokan, ke perusahaan pelat merah tersebut.
Pengelolaan Blok Rokan menjadi tema headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Rabu (1/8/2018). Berikut laporannya.
Pemerintah memutuskan untuk memberikan pengelolaan Blok Rokan kepada PT Pertamina (Persero) mulai Agus tus 2021 setelah proposal yang diajukan perseroan lebih bagus diban dingkan dengan kontraktor eksis PT Chevron Pacific Indonesia.
Pertamina diberikan hak untuk mengelola Wilayah Kerja (WK) Rokan selama 20 tahun (Agustus 2021—Agustus 2041).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan keputusan ini diambil berdasarkan evaluasi proposal pengelolaan Blok Rokan yang diajukan oleh Pertamina dan operator eksis PT Chevron Pacific Indonesia.
“Setelah melihat proposal yang dimasukkan pada hari ini [Selasa] pukul 17.00 WIB, pemerintah lewat Menteri ESDM tetapkan pengelolaan Blok Rokan mulai [Agustus] 2021, selama 20 tahun ke depan, akan diberikan kepada Pertamina,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (31/7/2018).
Terhadap blok yang saat ini memiliki rerata produksi minyak mentah sekitar 200.000 barel per hari (bph) ini, kata Arcandra, Pertamina mengajukan bonus tanda tangan (signature bonus) US$784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun.
Pertamina juga menawarkan komitmen kerja pasti di blok migas itu senilai US$500 juta atau Rp7,2 triliun. Potensi pendapatan negara dalam 20 tahun ke depan, lanjutnya, senilai US$57 miliar atau sekitar Rp825 triliun.
Potensi pendapatan negara ini diharapkan memberikan kebaikan bagi seluruh Indonesia. “Penawaran dari Chevron jauh di bawah penawaran yang diajukan oleh Pertamina,” ujarnya tanpa membeberkan rincian detailnya.
Pemerintah menegaskan pemberian pengelolaan Blok Rokan ke Pertamina tidak berdasarkan tekanan politik. Arcandra mengatakan, keputusan diam bil baik dari hasil perbandingan sisi komersial dari proposal Pertamina mau pun operator eksis Chevron Pacific Indonesia.
“Kita compare sisi komersial. Kita tahu siapa pun pengelola Blok Rokan atau blokblok terminasi harus bisa memberikan yang lebih dari pada kontrak sebelumnya,” ujarnya.
Sisi komersial itu dilihat dari signature bonus, komitmen kerja pasti, potensi negara, serta diskresi menteri. Diskresi ini dikarenakan skema kontrak menggunakan gross split.
Pemerintah, ujar Arcandra, menyetujui pengajuan Pertamina yang menggunakan diskresi menteri soal bagi hasil sebesar 8%. Pemerintah pun menegaskan keputusan pengelolaan Blok Rokan yang diserahkan kepada Pertamina tidak akan memengaruhi penyelesaian proyek migas laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD).
Arcandra menambahkan pemerintah akan mengevaluasi keberlanjutan setiap wilayah kerja (WK). Dengan demikian, penyelesaian terkait dengan IDD tetap akan dilihat lebih lanjut. “Saya rasa kita melihat WK per WK dalam hal ini Rokan. Untuk IDD nanti setelah ini akan kita evaluasi sesuai dengan waktu yang kita sepakati bersama untuk bagaimana kita mengevaluasi IDD.”
Proyek IDD saat ini dikembangkan oleh PT Chevron Pacific Indonesia yang juga menjadi kontraktor eksis dari Blok Rokan. Hingga saat ini, pemerintah masih menunggu proposal baru IDD setelah dikeluarkannya Makassar Strait dari proyek tersebut.
Sekadar informasi, nyaris setiap tahun realisasi produksi siap jual (lifting) dari WK Rokan tercatat unggul dibandingkan dengan WK lainnya.
Namun, berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi lifting blok migas ini pada semester I/2018 disalip oleh Blok Cepu.
SHARE DOWN
Di sisi lain, ruang untuk aksi pelepasan kepemilikan saham atau share down tetap ada meskipun pemerintah memberikan 100% pengelolaan ke Pertamina.
Arcandra mengatakan ketentuan terkait dengan share down akan ada dalam term and conditions (T&C) yang telah disepakati dan dituangkan dalam dokumen.
“Akan ada kalimat di situ tentang ketentuan share down. Ditetapkan Pertamina sebagai pengelola Blok Rokan, itu sudah ada T&C yang disepakati. Tinggal dituangkan dalam dokumen yang dalam beberapa hari ke depan bisa ditandatangani,” kata Arcandra.
Amien Sunaryadi, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan dengan ditandatangani kontrak bagi hasil, fokus selanjutnya ada pada kerja sama Pertamina dengan Chevron sebagai kontraktor eksisting.
“Untuk melakukan kegiatan transisi sampai 2021 guna menjaga tingkat produksi supaya tidak turun,” kata Amien.
Plt. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengklaim proposal Pertamina yang diajukan terkait dengan pengelolaan Wilayah Kerja Rokan lebih bagus dari Chevron.
Dia menyebutkan dalam proposal tersebut pihaknya tidak hanya menghitung keekonomian dari pengelolaan blok yang akan habis kontrak pada 2021 tersebut, tetapi juga turut memperhitungkan dampak jangka panjang dari sisi hilir.
Dia meyakini hal tersebutlah yang membuat Pertamina mampu memenangkan Blok Rokan. Menurutnya, tiga aspek yang menjadi parameter penilaian, seperti signature bonus, komitmen pasti, dan perhitungan split yang ditawarkan Pertamina juga lebih unggul.
“Jadi nyebutnya 100% masuk ke kilang kami. Kami bandingkan digabung upstream downstream berapapun porsi pemerintah akan masuk ke kilang kami juga. Ini mengurangi impor juga,” katanya. Nicke menyebutkan Pertamina akan menggunakan sumber pendanaan dari luar untuk investasi. Sejumlah bank, ujarnya, bahkan telah memberikan komitmen pembiayaan. Di sisi lain, manajemen Pertamina juga optimistis mampu meningkatkan produksi hingga 500.000 barel per hari dengan mengebor 7.000 sumur baru.
Sementara itu, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam menambahkan dalam pengelolaan awal, perseroan akan fokus pada lapangan-lapangan yang selama ini belum dikelola oleh kontraktor saat ini, Chevron.
“Kalau berjalan lebih baik, mudahmudahan bisa menahan decline, jadi produksi 2021 ke depan tidak drop banyak mudah-mudahan bisa kita tingkatkan, terutama jika program enhanced oil recovery berhasil dengan baik,” katanya.
Sementara itu, Senior Vice President Policy Gonverment and Public Affairs Chevron Yanto Sianipar belum bersedia memberikan penjelasan lebih lanjut terkait dengan keputusan pemerintah soal Blok Rokan.