Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri berbasis udang yang tergabung dalam Shrimp Club Indonesia menyebutkan penilaian positif yang disematkan oleh Departemen Pertanian dan Sumber Daya Air (DAWR) Australia menjadi pembuktian bahwa produk perikanan Indonesia, khususnya udang memiliki mutu yang baik dan sejajar dengan negara-negara pengekspor lainnya.
“Kalau hasilnya bagus, positif-lah [dampaknya untuk industri udang] karena selama ini kan Australia cukup ketat terhadap impor hasil pertanian dan perikanan. Kalau hasilnya bagus, itu satu pertanda baik buat kita. Jadi, kita lebih dipercaya. Begitu saja,” kata Ketua Umum Shrimp Club Indonesia Iwan Sutanto kepada Bisnis, Minggu (22/7).
Kendati demikian, pengakuan atas mutu Indonesia, menurutnya tidak akan serta merta langsung mendongkrak volumen ekspor udang Indonesia ke Australia. Ada sejumlah faktor penting lainnya menurut Iwan yang berkontribusi lebih besar terkait jumlah ekspor ini seperti harga dan permintaan udang.
Hingga saat ini, negara-negara berpenduduk besar seperti AS dan China masih menjadi pasar yang lebih menarik ketimbang Australia. Pasalnya jumlah konsumsi di Negeri Paman Sam dan Tirai Bambu jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Negeri Kangguru.
“Terkait Australia Satu benua itu berapa puluh juta penduduknya. Jadi, pasar yang besar itu bukan di sana [melainkan] di Amerika. Amerika itu nomor tiga dunia jumlah penduduk, satu itu China. Jadi yang besar itu di Amerika dan China,” tambahnya.
Adapun faktor lain adalah harga udang. Pengakuan akan mutu udang yang tidak dibarengi dengan harga yang baik berpotensi menyurutkan langkah eksportir dalam negeri untuk melakukan ekspor.
“Kembali kepada harga. Ini kan harga udang harga dunia, otomatis kalau permintaannya banyak, barang sedikit pasti naik. Walaupun mereka [negara importir] katakan mutunya baik dan sebagainya tapi kalau harganya tidak baik, itu tidak menjadi daya tarik buat eksportir Indonesia,” paparnya.
Sebelumnya,
, Indonesia berhasil mencetak hasil memuaskan dalam inspeksi jaminan mutu yang dilakukan oleh Departemen Pertanian dan Sumber Daya Air (DAWR) Australia.
Seperti diketahui, DAWR melakukan inspeksi jaminan mutu terhadap komoditas udang mentah beku (frozen raw prawn) hasil budidaya yang ada di Indonesia.
Pasalnya, saat ini Australia sedang berusaha untuk membersihkan wilayahnya dari dari dua jenis hama penyakit ikan karantina pada udang yakni yellow head serta white spot dan produk udang asal Indonesia dinilai belum bebas dari keduanya.
“Intinya, pada saat closing meeting tim DAWR sangat puas dengan sistem yang diterapkan di Indonesia baik untuk mutu dan keamanan hasil perikanan. Dia [inspektur dari Australia] sampai mengatakan ini di luar ekspektasi tim Australia,” jelas Widodo.
Dalam inspeksi yang dilakukan selama 2 Juni—6 Juni tersebut, kedua orang utusan otoritas Australia melakukan inspeksi atas sejumlah hal seperti cara pembibitan, pembesaran, dan panen hingga pemrosesan udang, begitu pula dengan laboratorium yang dimiliki Indonesia.
Dengan hasil positif ini, diharapkan Indonesia bisa mendapat kemudahan dalam upaya mengekspor komoditas udang mentah beku ke Australia sehinga volume ekspor bisa meningkat di kemudian hari.
Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Widodo Sumiyanto menjelaskan, hingga saat ini Indonesia sebenarnya telah mengekspor sejumlah komoditas perikanan lainnya ke Australia seperti ikan karang, barramundi (kakap putih), grouper (kerapu). Tak hanya itu, ekspor udang ke Australia pun telah berjalan, tetapi dalam jumlah yang tergolong kecil.
Pangsa ekspor udang Indonesia ke Australia hanya 0,03% dari total pengapalan ke seluruh dunia, baik secara volume maupun nilai. Mengutip data BPS, Volume ekspor udang ke Negeri Kanguru tahun lalu hanya 41,6 ton dengan nilai US$370.969.